Din Minta Sekolah 5 Hari Tidak Dipahami Full Day School

Din Minta Sekolah 5 Hari Tidak Dipahami Full Day School

Dwi Andayani - detikNews
Senin, 14 Agu 2017 17:18 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin meminta semua pihak memahami dengan baik kebijakan sekolah 8 jam dalam 5 hari yang digagas Mendikbud Muhadjir Effendy. Sekolah 8 jam dalam 5 hari bukan full day school.

"Saya kira itu (penolakan) karena salah paham saja, perlu lah dipahami bahwa dengan niat baik, saya sudah membaca, apa lagi nanti kita tunggu perpresnya. Dari pemerintah itu tidak ada niat sama sekali untuk mematikan madrasah diniyah, karena itu juga aset umat, aset bangsa," ujar Din Syamsuddin di Masjid Agung Al Azhar, Jl Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2017).

Din menilai kebijakan sekolah 8 jam dalam 5 hari disalahpahami dengan istilah full day school. Istilah tersebut menjadikan pemahaman publik akan kebijakan tersebut menjadi rancu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sementara di sisi lain, istilahnya kan bukan full day school, istilahnya kan disimpangkan itu menjadi rancu, nggak ada lah full day school, masa sehari penuh di sekolah. Kalau sehari penuh itu dari jam 6 (pagi) ke jam 6 (petang), kan yang dilakukan gak sampai itu, setengah hari juga," katanya.

Din mengatakan sistem pendidikan pesantren lebih dari istilah yang dipahami full day school. Sistem pendidikan pesantren bahkan 24 jam.

"Sementara sebenarnya lembar pendidikan Islam seperti pesantren itu lebih maju dari full day school. Karena pesantren-pesantren itu sudah full day and night school, siang dan malam. Jadi kembali mari kita pahami secara jernih keinginan pemerintah agar lebih ada waktu bagi siswa-siswa untuk bisa menanamkan nilai-nilai akhlak karakter bangsa ini," jelasnya.

Din juga mengatakan sekolah 5 hari membuat anak-anak memiliki banyak waktu bersama orang tua saat akhir pekan. Din memandang runtuhnya akhlak diakibatkan minimnya waktu anak-anak bersama keluarga.

"Sisi lain, agar punya waktu bagi keluarga akhir pekan. Karena runtuhnya akhlak kita ini keluarga-keluarga tidak punya waktu banyak, maka kalau bisa diberi waktu yang banyak Sabtu dan Ahad kan lebih bagus. Yang ketiga jangan matikan madrasah diniyah, nanti diatur saja waktunya. Dan madrasah diniyah itu bukan hanya milik satu organisasi, itu milik semua organisasi Islam. Nggak ada satu organisasi Islam yang mengklaim hanya dia yang memiliki madrasah diniyah," ulas mantan Ketum PP Muhammadiyah ini. (nvl/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads