"Kita sedang kita pikirkan, kita juga pengen betul segera kita eksekusi, kenapa tidak? Tapi itu persoalannya ada aturan baru dari MK, grasi itu bisa lebih dari sekali, bisa berkali-kali, dan waktunya tidak dibatasi. Ini persoalan lagi," kata Prasetyo di kantornya, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (11/8/2017).
Baca juga: MK: Grasi Tidak Menunda Eksekusi Mati |
Ia mengatakan aturan MK yang baru itu menjadi kendala jaksa melakukan eksekusi mati karena terpidana mati bisa memanfaatkan pengajuan grasi dan PK berkali-kali untuk menunda eksekusi. Saat ini kejaksaan sedang mencari cara agar eksekusi mati tetap bisa dilakukan walaupun ada putusan MK tersebut.
"Kendala, kita kasih tenggat waktu nanti. Kita sedang merancang giat menghadapi trik-trik seperti itu. Karena tidak mustahil mereka terpidana mati menjadikan dinamika perkembangan peraturan ini menjadi alasan mengulur waktu," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang pasti kita sedang berpikir putusan MK itu tidak berlaku surut," ujar Prasetyo,
Ia mengaku geram karena eksekusi mati menjadi tertunda. Ia mencontohkan terpidana masih berupaya melakukan tindak pidana agar tidak dieksekusi mati karena masih ada proses hukum yang baru.
"Bahkan para terpidana juga bisa kembali melakukan pidana agar eksekusi matinya ditunda akibat harus menjalani proses hukum baru," ujarnya.
"Malah bukan hanya melihat matahari, tapi bisa gunakan HP. Itu mestinya dicegah, bagaimana mungkin orang dalam LP bisa pegang HP, televisi, Wi-Fi, itu harus ditertibkan. Semua pihak harus menertibkan. Kita sudah sangat geram, untuk kita eksekusi," sambungnya.
Padahal, dalam putusannya, MK sudah menegaskan grasi tidak menunda eksekusi, termasuk eksekusi mati. (yld/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini