Dia melihat contoh kasus yang pernah terjadi sebelumnya, ada tersangka dianggap melanggar UU ITE ditahan. Dua kasus pencemaran nama baik yang dilihatnya ialah kasus Benny Handoko (Benhan) dan Prita Mulyasari.
"Karena kan yang sudah-sudah pasal UU ITE itu, kayak temen kita dulu Benhan pernah ditahan di kejaksaan, Prita juga dulu pernah ditahan di kejaksaan. Saya sih berharap hal itu tidak terjadi," kata Acho di Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (7/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, ada dua alasan agar dirinya tidak ditahan. Hal pertama, menurut Acho, berat tuntutan pelaku pencemaran nama baik tidak lebih dari lima tahun. Selain itu, dia mengaku kooperatif selama menjalani proses hukum.
Meski demikian, Acho menyadari penahanan atas dirinya ialah kewenangan kejaksaan.
"UU ITE sendiri sudah direvisi, yang tadinya tuntutannya enam tahun sekarang turun jadi 4 tahun. Artinya kan tidak ada alasan urgensi untuk mereka menahan saya. Yang kedua sisi kooperatif," ujarnya.
"Jadi seharusnya sih kejaksaan juga bisa berlaku sama. Tapi kan bagaimanapun penahanan itu kewenangan kejaksaan. Saya tetep mempersilakan hal-hal terburuk tapi mudah-mudahan sih kejaksaan bisa melihat substansi kasus ini dan berlaku lebih adil," sambung Acho.
Kasus Acho bermula saat dia menuliskan kekecewaannya terkait fasilitas yang disediakan pengembang Apartemen Green Pramuka, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, di blog pribadinya muhadkly.com pada 8 Maret 2015 silam.
Acho juga mengunggah cuitan di Twitter soal berita media massa terkait pungli di Green Pramuka Apartemen dan jawaban atas pertanyaan yang diajukan di Twitter. Gara-gara cuitan ini Acho dipolisikan pihak pengembang.
Pada 5 November 2015, Acho dilaporkan oleh Danang Surya Winata selaku kuasa hukum dari PT Duta Paramindo Sejahtera (pengelola Apartemen Green Pramuka) dengan laporan pencemaran nama baik pasal 27 ayat 3 UU ITE dan fitnah pasal 310-311 KUHP. (jbr/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini