Selama 3 hari wawancara terbuka itu, banyak calon hakim agung yang gelagapan saat ditanya soal teori-teori dasar hukum. Tapi bagi KY, kejujuran dan kerendahan hati adalah kunci utama menjadi hakim agung.
"Untuk itu, kita lebih menuntut soal, apakah nanti dalam proses interaksi sebagai seorang hakim pada saat diutus sebagai hakim agung, apakah memiliki karakter tetap seperti orang yang memiliki integritas, yaitu jujur apa adanya. Tidak menyembunyikan sesuatu yang tidak patut untuk disembunyikan. Kemudian memiliki sikap rendah hati dan lebih penting memiliki kemampuan untuk menasiakan manusia lewat tindakan dan putusan-putusannya karena hakim dituntut serendah hati," kata juru bicara KY, Farid Wajdi, kepada detikcom, Jumat (4/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengetahui kejujuran dan rendah hati itu, KY mencecar hal-hal yang dinilai sepele. Padahal dari hal sepele itu, dapat dilihat karakter seseorang.
"Ya, kalau Itu termasuk digolongkan ke dalam integritas, kode etik kan menuntut pada kejujuran. Sebenarnya ada pertanyaan mengapa demikian di dalam forum terbuka ada pertanyaan hal-hal yang menyangkut sepele tapi dalam proses wawancara justru (ditanya). Sebenarnya kita sudah melakukan klasifikasi kepada calon tapi kita juga ingin pastikan bahwa si calon mempunyai integritas tentang kejujuran. Jangan ada anggapan bahwa calon hakim adalah orang yang memiliki harta yang bersangkutan bahwa adalah orang yang berperilaku buruk, berprilaku tidak jujur dalam memperoleh harta kekayaan," ujar Farid.
Menurut Farid, dalam wawancara terbuka, semua hal bisa terjadi. Orang yang berkualitas bisa tiba-tiba lupa karena faktor tertentu. Atau memang benar-benar belum siap.
"Banyak hal yang mungkin terjadi ketika proses wawancara apalagi terbuka. Faktor pertama tadi lebih kepada faktor psikologis, tapi dimungkinkan juga disebabkan karena soal faktor lupa atau pendalaman materi yang memang belum matang. Memang itu serba dimungkinkan," ujar Farid. (asp/imk)











































