Pemohon yang terdiri Dr Yadyn, Novariza, dan Lakso Anindito mengajukan uji materi Pasal 79 ayat 3 UU MD3 tentang Hak Angket DPR. Selaku pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, mereka merasa khawatir apabila fungsi dan tugas pemberantasan korupsi dikebiri oleh hak angket DPR.
Pasal 79 ayat 3 berbunyi sebagai berikut:
Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan / atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memahami MK sebagai the guardian of konstitusi pernah melakukannya dalam putusannya," ujar Yadyn dalam persidangan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (2/8/2017).
Gangguan yang dimaksud Yadyn adalah hak angket dapat mengganggu proses penyelidikan dan penyidikan yang seharusnya berjalan tertutup. Namun, oleh hak angket, proses penyidikan dan penyelidikan dapat dibuka ke publik.
"Ini telah mengganggu kinerja kami, kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi. Oleh karenanya, kami mohonkan dalam provisi," tuturnya.
Yadyn menjelaskan, meski yang disoal hak angket KPK penyidikan dan penyelidikan e-KTP, langkah politik DPR telah menjegal pegawai KPK lainnya.
"Bukan hanya soal e-KTP, tapi secara global mengganggu kinerja lain seperti yang seharusnya saya bisa sidang di tempat lain, tapi harus ke sini. Bagaimanapun juga, itu bagian dari proses penyelidikan dan penyidikan. Atau teman-teman lain yang tidak tangani pasal 22 tapi harus tangani pasal tersebut dan banyak hal-hal lainnya," tuturnya. (ed/rvk)











































