"Jadi saya bela masyarakat saya, wajar kalau mereka menolak (beras raskin oplosan). Hal ini pasti sudah sering terjadi, karena tahun lalu juga sudah pernah terjadi hal demikian dan masyarakat itu bisa melihat mana yang layak dikonsumsi dan tidak," ujar Kak Wari, sapaan Aswari Riva'i, di Palembang, Selasa (25/7/2017).
"Masyarakat yang memakan beras raskin ini kan juga manusia, bagaimana mungkin masyarakat yang sudah miskin malah diberi makan beras yang tidak layak. Masyarakat ini kan harus menebus, jadi wajar mereka tidak mau menebus ini jika kondisinya seperti itu," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya itu bukan mengoplos, tetapi kami menyebutnya reprocessing artinya beras yang tidak baik boleh dicampur dengan beras yang baik sebeelum didistribusikan. Jadi menurut saya tidak ada menyalahi ketentuan karena kami juga melakukan sesuai SOP (standard operating procedure)," kata Bahktiar di gudang Bulog, Jalan Sukamto, Palembang, Sumsel, Selasa (25/7/2017).
Sesuai SOP, Bahktiar menyebut beras itu melalui proses pembersihan sebelum dicampur dengan beras dengan kualitas lebih baik. Menurutnya, hal itu sah-sah saja sebelum pada akhirnya beras disalurkan untuk dikonsumsi.
"Itu kan sudah kita bersihkan dulu, di-blowing terlebih dahulu baru dicampurkan dengan beras yang baik. Jadi kondisinya sudah baik saat akan disalurkan ke masyarakat," ujar Bahktiar.
Kasus itu berawal dari pengungkapan tim satuan tugas (satgas) pangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel di salah satu gudang yang ada di Kabupaten Lahat, Sumsel yang dimulai sejak 18-22 Juli 2017. Saat itu, tim satgas mengklaim menemukan 39 ton beras bulog raskin tidak layak konsumsi yang dioplos dan akan didistribusikan pada masyarakat.
Selain itu, dari hasil pemeriksaan dokumen penyidik juga menemukan 1.089 ton beras tidak layak konsumsi pengadaan tahun 2016 yang telah dioplos dan sekitar 1.000 ton telah didistribusikan pada masyarakat. (dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini