Dadang fokus kepada pengajuan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebagai syarat menjadi siswa miskin. Menurutnya, harus ada verifikasi yang jelas terkait SKTM itu.
"Kita tidak menutup kemungkinan ada pihak yang memanfaatkan fasilitas 20 persen ini. Makanya, ini harus menjadi perhatian khusus," sebut Dadang kepada wartawan, Kamis (15/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Filosifisnya tidak tepat kalau kita membatasi akses orang miskin, jelas ini melanggar konstitusi. Yang menjadi problem adalah apakah dia orang yang benar-benar miskin atau miskin palsu," jelasnya.
Meski demikian, Dadang menyebut kuota minimal 20 persen itu harus ditujukan kepada keluarga miskin yang berprestasi, bukan yang sengaja mencari-cari keuntungan.
"Pada dasarnya kuota minimal itu untuk memastikan bahwa keluarga miskin yang berprestasi harus diberi akses untuk mendapatkan pendidikan. Intinya di sana," ungkap dia.
Sebelumnya diberitakan, banyak masyarakat, khususnya yang di Jawa Tengah, mengeluhkan aturan kuota minimal siswa dari keluarga miskin 20 persen pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Peraturan itu tertuang di Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017.
Sejatinya, aturan tersebut dibuat agar tidak ada diskriminasi di berbagai kalangan karena semua masyarakat berhak bersekolah. Namun, kemudahan untuk mendapat akses pendidikan tersebut rawan disalahgunakan oleh oknum, seperti dengan memalsukan SKTM.
(gbr/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini