Ketua KPK: Pidana Korporasi Tak Perlu Tunggu Obligor BLBI Tersangka

Ketua KPK: Pidana Korporasi Tak Perlu Tunggu Obligor BLBI Tersangka

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Jumat, 09 Jun 2017 23:23 WIB
Ketua KPK Agus Rahardjo (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Upaya pengembalian aset negara dalam kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada BDNI salah satunya dilakukan melalui pidana korporasi. Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, untuk memidanakan korporasi, tidak perlu menunggu obligor yang dimaksud menjadi tersangka.

"Oh nggak, nggak (harus obligor tersangka dulu). Jadi kita teliti dulu, sudah. Kalau kemudian memang tidak ada iktikad baik, ya seperti kejadian yang satu, sudah kita itu kan, sudah kita tangani. Itu kan pasti terhadap yang punya utang (Sjamsul Nursalim) kan itu," ungkap Agus Rahardjo di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (9/6/2017).


Di samping itu, untuk mencegah terulangnya aset dilarikan ke luar negeri, menurut Agus, sudah ada kesepakatan yang akan ditetapkan tahun depan, terutama dalam hal keterbukaan informasi perbankan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita kan makin tahun hubungan kita dengan teman-teman penegak hukum di luar (negeri) kan semakin baik, apalagi ada janji mengenai, bukan janji sih, tapi ada kesepakatan tahun 2018 informasi perbankan akan semakin terbuka. Itu mudah-mudahan akan memperbaiki langkah-langkah kita untuk menyelamatkan aset negara," Agus menambahkan.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Temenggung sebagai tersangka terkait penerbitan SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN.


KPK menyebut Syafruddin mengusulkan disetujuinya perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Hasil restrukturisasi sebesar Rp 1,1 triliun dinilai sustainable (berkelanjutan) dan ditagihkan kepada petani tambak Dipasena. Sedangkan yang Rp 3,7 triliun tidak dibahas dalam proses restrukturisasi sehingga seharusnya masih ada kewajiban obligor Rp 3,7 triliun yang belum ditagihkan. (nif/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads