Konflik Pulau Pari, Warga Minta Intimidasi Dihentikan

Konflik Pulau Pari, Warga Minta Intimidasi Dihentikan

Samsudhuha Wildansyah - detikNews
Kamis, 08 Jun 2017 16:56 WIB
Kembali diberikan somasi, warga Pulau Pari minta hentikan intimidasi (Foto: Samsudhuha Wildansyah/detikcom)
Jakarta - Warga Pulau Pari kembali mendapatkan somasi (peringatan) dari PT Bumi Pari. Kali ini seorang warganya, Sahrul menerima somasi disampaikan oleh petugas keamanan PT Bumi Pari.

"Saya dapat somasi itu sehari sebelum Pak Edi keluar penjara, sehabis menghadiri acara persidangan kawan-kawan di Pengadilan Jakarta Pusat. Kami kembali ke pulau, baru beristirahat di rumah ada dua orang security datang memberikan surat," kata Sahrul di kantor Walhi Jl Tegal Parang No.37, Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (8/6/2017).

Edi yang dimaksudnya ialah Edi Priadi yang baru keluar penjara pada Rabu (7/6) kemarin. Edi sebelumnya divonis selama 4 bulan oleh PN Jakut karena diduga menyerobot lahan milik PT Bumi Pari. Padahal Edi sudah tinggal di sana sejak 1999, sementara PT Bumi Pari sendiri baru ada pada tahun 2005.
Kembali diberikan somasi, warga Pulau Pari minta hentikan intimidasiKembali diberikan somasi, warga Pulau Pari minta hentikan intimidasi (Foto: Samsudhuha Wildansyah/detikcom)

Sahrul mengatakan dalam surat somasi tersebut, dirinya diminta meninggalkan rumahnya 1x24 jam. Dia merasa heran karena menurutnya tanah tersebut adalah milik warga yang selalu dijaga dan dirawat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Security selalu datang untuk mengintimidasi warga dan selalu begitu sampai kriminalisasi terus menerus. Pada waktu itu kami mencoba minta bantuan tim lembaga bantuan hukum Jakarta," ujar Sahrul.
Surat somasi yang disampaikan PT Bumi Pari/Bumi RayaSurat somasi yang disampaikan PT Bumi Pari/Bumi Raya (Foto: Samsudhuha Wildansyah/detikcom)

Pada Februari 2107, Dian Astuti yang tak lain merupakan istri Edi Priadi sudah lebih dulu kena intimidasi. Dia didatangi pihak kecamatan dan diberi peringatan untuk segera meninggalkan rumah. PT Bumi Raya akan memberikan uang kompensasi sebesar Rp 10 juta rupiah tapi Diah menolaknya.

Empat bulan kemudian, Diah kembali menerima surat somasi ketika suaminya masih di dalam penjara. Dia kembali diminta mengosongkan rumah dan diancam penjara.

"Somasi dapat sehari sebelum suami keluar. Kemarin, 6 Juni saya terima surat dari perusahaan yaitu isinya saya harus mengosongkan rumah tersebut, jika tidak mengkosongkan saya dikenakan pidana 4 tahun penjara. Saya takut dan akhirnya melapor ke Ketua RT," ujar Diah di lokasi yang sama.

Tim Advokasi Selamatkan Pulau Pari menilai tindakan somasi dan pelaporan kepada polisi ini tidak dapat dibenarkan secara hukum. Salah seorang pengacara dalam tim tersebut mengatakan nelayan Pulau Pari tidak dapaat diusir.

"Apa yang terjadi di Pulau Pari saat ini pada dasarnya ini merupakan intimidasi. Yang kami tidak habis pikir di sini pihak-pihak lain itu melakukan hukum pidana sebagai alat untuk mendapatkan apa yang diinginkan oleh mereka. Menurut saya mereka tidak bisa diusir karena tidak memiliki izin pengelolaan pulau kecil tetapi mereka mempunyai haknya yang diakui oleh pemerintah," ucap Martin Hadi Winata dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).

PT Bumi Raya mengklaim memiliki 90 persen tanah dengan berbagai sertifikat. Namun Tim Advokasi Selamatkan Pulau Pari sangsi sertifikat yang didapatkan pada tahun 2014 diperoleh sesuai dengan prosedur.
Surat somasi yang disampaikan PT Bumi Pari/Bumi RayaSurat somasi yang disampaikan PT Bumi Pari/Bumi Raya (Foto: Samsudhuha Wildansyah/detikcom)

"Telah terjadi pelanggaran asas hukum dimana permasalahan perdata diarahkan menjadi permasalahan pidana. Sudah seharusnya Polres Kepulauan Seribu menolak laporan-laporan yang berkaitan dengan sengketa tanah. Sehingga kami menempuh jalur ke Ombudsman dan melaporkan masalah ini ke Kantor Staf Kepresidenan (KSP) untuk memeriksa proses penerbitan sertifikat tersebut. Pihak perusahaan, kepolisian harus menghormati proses di Ombudsman dan KSP," ucap dia.

Sebelumnya, tiga nelayan Pulau Pari juga tengah menjalani persidangan atas kasus dugaan pungutan liar kepada wisatawan. Mereka disangka meminta paksa uang sejumlah Rp 5.000 kepada wisatawan di Pantai Perawan. (jbr/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads