Ayah dua anak itu termangu melihat kebun jagung miliknya. Batang pohon jagung yang tertanam di lahan berukuran 10 x 15 meter itu terlihat berwarna kecokelatan. Begitu juga daunnya, tampak kering.
"Tidak ada yang mengurus, jadi kering. Terpaksa saya cabutin dan tanam pohon jagung baru, karena dari jagung ini saya bisa jualan jagung bakar di areal taman Cibodas," kata Didin kepada sejumlah wartawan, Selasa (23/5/2017) siang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukan hanya jagung, sejumlah petak tanah yang ditanami sayuran juga busuk. Dengan cekatan Didin membersihkan tanaman busuk miliknya. Berember-ember air ia siramkan ke tanah kering itu.
"Satu-satunya mata pencarian saya ya menanam sayuran dan jagung, hasilnya saya jual. Warga satu kampung sini siap jadi saksi kalau saya dibilang katanya jadi otak pelaku perusakan hutan karena mencari cacing," tutur Didin.
Bagi warga Rarahan, aktivitas mencari cacing bukanlah sumber utama penghidupan. Selain bertani, ada warga yang berjualan tanaman hias.
![]() |
"Cacing itu diambil kalau ada yang sakit panas, demam, atau penyakit lain. Jadi bukan untuk sengaja dijual. Saya waktu itu mengambil cacing pun tidak di lokasi yang katanya mengalami kerusakan. Perjalanan ke tempat saya biasa mencari cacing itu kurang dari 2 jam, bukan di atas," ucap Didin.
Didin mengaku lebih siap menghadapi proses sidang nanti. Apa pun hasilnya, ia mempercayakan hal itu kepada Yayasan Surya Kadaka Indonesia (SKI), yang menjadi kuasa hukumnya nanti.
"Saya kapok ambil cacing lagi. Saat itu juga karena ada yang pesan dan ngiming-ngiming pakai bayaran mahal. Kalau memang saya banyak uang karena ambil cacing, mungkin nggak bakal numpang seperti sekarang," kata Didin.
Sebagaimana diketahui, Didin dijebloskan ke penjara oleh polisi hutan dengan tuduhan mengambil cacing hutan sejak Maret 2017. Setelah berkas dilimpahkan ke jaksa pada Senin (22/5) kemarin, Didin diberi penangguhan penahanan. (asp/asp)