"Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan, satu, menolak keras rencana pembubaran tersebut, karena langkah itu kami nilai tidak memiliki dasar sama sekali," kata juru bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto di kantor DPP HTI, Jalan Prof Dr Soepomo No A25-26, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).
Ismail menyebut HTI adalah organisasi legal berbadan hukum perkumpulan (BHP) dengan nomor AHU-0000258.60.80.2014 tertanggal 2 Juli 2014. Untuk itu, pihaknya memiliki hak konstitusional dalam melakukan kegiatan dakwah Islam yang dibutuhkan bangsa Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan kedua, HTI menganggap kegiatannya yang dilakukan selama lebih dari 20 tahun telah terbukti dilaksanakan secara tertib, santun, damai, serta sesuai dengan prosedur yang ada.
"Oleh karena itu, tudingan bahwa kegiatan HTI telah menimbulkan benturan yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan NKRI, adalah tudingan yang mengada-ada," tuturnya.
Ketiga, HTI memandang pihaknya sebagai organisasi dakwah yang menyampaikan ajaran Islam. "Tidak ada yang disampaikan oleh HTI, baik itu terkait akidah, syakhsiyyah, syariah, dakwah, maupun khilafah, dan lainnya kecuali ajaran Islam."
Ismail menyebut ajaran Islam tidaklah termasuk paham yang bertentangan dengan Pancasila. Hal ini didasari Pasal 59 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Pernyataan keempat, HTI menilai kegiatan dakwah yang dilakukan secara intensif di seluruh Indonesia memberikan kontribusi penting bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM). "SDM yang bertakwa dan berkarakter mulia, sesuatu yang sangat diperlukan di tengah berbagai krisis yang tengah dialami oleh negara ini, seperti korupsi, yang berpangkal pada lemahnya integritas yang ada," tuturnya.
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, HTI kemudian meminta pemerintah menghentikan rencana pembubarannya. "Bila diteruskan, publik akan semakin mendapat bukti bahwa rezim yang tengah berkuasa saat ini adalah rezim represif anti-Islam," ujarnya. (nvl/erd)