"Ini untuk memberi kepastian hukum atas penyelenggaraan pengumpulan dana masyarakat, baik bagi penyelenggara maupun perlindungan kepada donatur," ungkap Khofifah dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (5/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang bersangkutan memang telah mengklarifikasi, mengakui perbuatannya, dan meminta maaf. Namun proses selanjutnya adalah menjadi domain kepolisian," tuturnya.
Khofifah mengatakan apa yang dilakukan Cak Budi tentu sangat merugikan para donatur. Sebab, para donatur yang menyumbangkan uangnya memasrahkan uang tersebut untuk diberikan kepada fakir miskin, tapi malah disalahgunakan.
Perbuatan Cak Budi selama ini bertentangan dengan UU Nomor 9 Tahun 1961, yang mengatur tentang pengumpulan uang atau barang. Dalam undang-undang tersebut tidak diperkenankan individu/pribadi/perseorangan mengumpulkan dana masyarakat, baik berupa uang atau barang.
"Yang boleh hanya organisasi dan perkumpulan sosial yang disesuaikan cakupan donatur yang ditargetkan, misalnya level kabupaten/kota, provinsi, atau nasional dan harus mendapat izin. Undang-undang itu memang sudah lama karena diterbitkan tahun 1961, tapi masih berlaku dan belum dicabut," ungkap Khofifah.
![]() |
Sesuai aturan, pelanggar UU 9/1961 terancam pidana kurungan maksimal 3 bulan dan denda Rp 10 ribu. Saat ini, Kemensos sedang melakukan uji publik untuk merevisi aturan tersebut.
"UU Nomor 9 Tahun 1961 ini beberapa pasalnya sudah tidak relevan, terutama terkait hak donatur, peran serta masyarakat untuk mengawasi, sanksi pidana dan denda bagi yang melanggar, dan lain-lain. Selain itu, belum mengantisipasi revolusi digital saat ini, termasuk efektivitas media sosial dalam menghimpun dana sosial dari masyarakat," tambahnya.
Revisi undang-undang tersebut mengatur antara lain jangka waktu pengumpulan, hak dan kewajiban penyelenggara, hak donatur, sanksi, dan lembaga pengawasan independen. (imk/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini