"Nggak, sering kok (dilibatkan dalam pembentukan regulasi). Sebenarnya kalau BMI kan status UU PPILN (Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri), UU Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang ada di luar negeri sebenarnya kan tinggal satu pasal atau satu item, yaitu item tentang lembaga independen," ujar Fahri di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Dalam penyusunan revisi UU PPILN itu, penempatan dan perlindungan tenaga kerja disesuaikan dengan aspirasi buruh migran. Adapun aspirasinya adalah dibentuknya satu badan pengelola khusus buruh migran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri lalu bercerita soal pertemuannya dengan Jokowi pada acara ulang tahun Konferensi Asia-Afrika. Jokowi disebut setuju dengan usulan pembentukan badan pengelola tersebut. Jika lembaga itu terbentuk, Kemenaker RI tak perlu mengurus penempatan buruh migran Indonesia di luar negeri.
"Ya sudahlah, nggak perlu lagi Kemenaker ngurusin penempatan tenaga kerja di luar negeri. Biar satu badan independen supaya orang one stop. Kemenlu nanti di luar negeri kalau ada masalah mitranya jelas. Sekarang kan tarik-ulur semua," jelasnya.
Sekali lagi, Fahri menepis anggapan soal jarang dilibatkannya buruh dalam pembentukan sebuah regulasi. UU yang akan disahkan nantinya akan sangat menguntungkan para buruh migran.
"Ini semua ide-ide dari BMI yang kita absorb. Saya kira kalau teman-teman BMI membaca seluruh konstruksi UU sangat menguntungkan labour migrant kita," terangnya.
"Bahkan ada pasal yang saya usulkan, pasal tentang penanganan pascapengembalian yang saya sebut pasal reintegrasi karena banyak yang pergi kerja ke luar negeri kadang ada masalah, syok ya, secara kultural, maka dikembalikan lagi dan itu tanggung jawab negara sebagaimana direkrut, juga ketika dikembalikan ke masyarakat, asuransi semuanya harus dimasukkan ke UU," tutupnya. (gbr/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini