Lapor ke Jokowi, Ikahi Sampaikan Indonesia Kekurangan Hakim

Lapor ke Jokowi, Ikahi Sampaikan Indonesia Kekurangan Hakim

Ray Jordan - detikNews
Senin, 27 Mar 2017 13:58 WIB
Ketua Ikahi Suhadi (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (PP Ikahi) menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. Ikahi menyampaikan beberapa persoalan yang dihadapi oleh peradilan Indonesia ke Jokowi.

"Ini kesempatan yang sangat berharga bagi Ikahi untuk menyampaikan hal-hal yang menjadi permasalahan dalam proses pelaksanaan kerja badan peradilan di Indonesia," kata Ketua Umum PP Ikahi Suhadi seusai pertemuan di kantor Presiden, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/3/2017).

Ada beberapa hal yang disampaikan. Pertama, Ikahi melaporkan soal kekurangan hakim untuk peradilan Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang pertama, kami sampaikan bahwa di Indonesia terjadi kekurangan hakim. Karena sudah tujuh tahun tidak ada penerimaan hakim di Indonesia. Sedangkan yang pensiun terus terjadi sesuai dengan batas umur yang ditentukan," kata Suhadi.

Karena tidak ada lagi penerimaan hakim selama tujuh tahun terakhir ini, lanjut Suhadi, terjadi kekurangan hakim, terutama di tingkat pertama dan tingkat banding.

"Lebih lagi ada Keppres RI tentang pemekaran wilayah yang harus didirikan pengadilan di dalamnya. Karena ada 86 daerah baru yang harus ada pengadilannya, dan pengadilan belum dapat melaksanakan Keppres tersebut, antara lain, karena kekurangan hakim," kata Suhadi.

Suhadi juga mengatakan di suatu pengadilan itu dibutuhkan lima hakim, yang terdiri dari ketua, wakil, dan tiga anggota.

"Maka dibutuhkan sekitar 512 orang hakim di pengadilan yang ada di dalam Keppres tersebut," kata Suhadi.

Selain soal jumlah hakim, PP Ikahi melapor ke Jokowi tentang Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim yang diajukan atas inisiatif DPR kepada pemerintah. Saat ini, RUU tersebut sedang dalam pembahasan.

"Di dalam RUU tersebut bahwa umur hakim akan dikurangi, hakim agung dari 70 tahun menjadi 65 tahun. Hakim tingkat banding dari 67 tahun menjadi 63 tahun. Sedangkan hakim tingkat pertama yang sebelumnya pensiun umur 65 tahun menjadi 60 tahun," tuturnya.

"Hakim Agung juga dalam RUU tersebut adalah ada istilah kocok ulang, jadi dalam waktu lima tahun bertugas diadakan evaluasi yang dinilai oleh Komisi Yudisial dan oleh DPR untuk tugas lima tahun kemudian. Kondisi seperti ini terutama mengenai pemotongan umur sudah dibawa ke Munas Ikahi bulan November 2016 di Mataram, NTB. Dan semua hakim seluruh Indonesia menolak RUU yang mengatur tentang hal itu," tutur Suhadi. (rjo/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads