Bertemu MK Jerman, DPR Bahas Peradilan Khusus hingga Politik Uang

Bertemu MK Jerman, DPR Bahas Peradilan Khusus hingga Politik Uang

Elza Astari Retaduari - detikNews
Selasa, 14 Mar 2017 18:57 WIB
Pansus RUU Pemilu DPR bertemu MK Jerman. (Foto: dok. Lukman Edy)
Jakarta - Kunjungan kerja anggota DPR yang tergabung di Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu di Jerman berlanjut. Dalam pertemuan dengan Mahkamah Konstitusi Jerman, Pansus DPR membahas mulai politik uang hingga peradilan khusus pemilu.

Pertemuan dengan hakim konstitusi Jerman Peter Muler itu berlangsung di Karlsruhe pada Minggu (12/3) lalu. Dalam pertemuan selama 5 jam itu, ada setidaknya tujuh poin pembahasan.

"MK Jerman tidak dapat membayangkan apabila terdapat pengadilan khusus pemilu. Hal ini dikarenakan ada sejarah Jerman, di mana pada saat partai Nazi berkuasa, sistem yang ada yaitu sistem demokrasi, akan tetapi justru menghancurkan demokrasi. Jerman tidak menginginkan kembali terjadinya sejarah pada masa pemerintahan Nazi," kata Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy dalam keterangannya, Selasa (14/3/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pansus RUU Pemilu DPR bertemu MK Jerman / Pansus RUU Pemilu DPR bertemu MK Jerman. (Foto: dok. Lukman Edy)


MK Jerman juga sedang mempertimbangkan hak pilih warga negara Jerman yang di luar negeri, tidak pernah tinggal di Jerman, dan tidak pernah memiliki tempat tinggal di Jerman. Relevansinya di Indonesia adalah terkait diaspora RI di luar negeri yang jumlahnya makin banyak.

"Dalam konteks UU Pemilu kita paling tidak opsi dapil khusus luar negeri perlu dijadikan alternatif, sehingga pada akhirnya ada perhatian dari negara terhadap kepentingan dan aspirasi warga negara Indonesia dan diaspora Indonesia di luar negeri," papar politikus PKB ini.

Ada pula diskusi soal politik uang dan pidana pemilu. Di Jerman, Mahkamah Konstitusi tidak campur tangan soal hal itu dan kewenangannya hanyalah di kepolisian dan kejaksaan.

"Ini sama dengan praktik di Indonesia. Kewenangan MK kita hanya pada mengadili perselisihan hasil pemilu. Perbedaannya, di Jerman tidak ada peradilan lain yang khusus mengadili konflik pemilu selain di MK. Sementara kita ada peradilan lain di PTUN, Bawaslu, dan di MA," ungkap Lukman.

Lukman menuturkan MK Jerman tidak mengenal ambang batas selisih suara sengketa pemilu seperti yang ada di Indonesia. Dia menilai hal ini cukup relevan bila melihat kondisi di Indonesia.

"Hal ini relevan dengan banyaknya tuntutan masyarakat hari ini yang merasa UU Pilkada kita tidak adil ketika memberikan batasan terhadap perkara yang bisa diadili di MK. Dalam konteks pemilu sepertinya kita akan meninjau kembali kebijakan ini," jelasnya.

Pansus RUU Pemilu DPR bertemu MK Jerman / Pansus RUU Pemilu DPR bertemu MK Jerman. (Foto: dok. Lukman Edy)


Mereka juga membahas tentang pembubaran partai politik dan syarat-syaratnya. Dalam diskusi, Peter Muler bercerita tentang pengalaman MK Jerman menerima permohonan pembubaran partai.

"Awal tahun 2017 ini, MK Jerman menerima permohonan pembubaran satu partai, yaitu MPD, suatu partai yang menganut aliran fasis. Dalam putusan MK, MK menolak pembubaran partai tersebut dengan alasan, walaupun partai tersebut melanggar UU, kekuatan partai tersebut sangat kecil dan tidak berarti akan mengguncang demokrasi secara nasional," kata Lukman. (elz/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads