Nama Andi Narogong mendominasi dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut KPK dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, pada Kamis, 9 Maret 2017.
Nama Andi Narogong pertama kali muncul ketika Burhanudin Napitupulu selaku Ketua Komisi II DPR bertemu dengan Irman selaku Dirjen Dukcapil. Awalnya, Burhanudin meminta uang kepada Irman pada awal Februari 2010 seusai rapat pembahasan anggaran Kemdagri agar usulan Kemdagri soal e-KTP segera disetujui. Namun Irman saat itu mengaku tidak sanggup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi Andi Narogong ini dimulai ketika dia mulai menemui Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan M Nazaruddin, yang dianggap sebagai representasi kekuatan politik di Komisi II DPR. Bahkan saat itu keempat orang tersebut sudah menyusun rencana pembagian uang haram dalam proyek itu.
Baca Juga: Penikmat Uang Korupsi e-KTP: Dari Marzuki Alie sampai Bendum PDIP
Setelah itu, Andi Narogong mulai bergerilya. Dia mulai membagi-bagikan uang agar proyek e-KTP lolos. Andi beraksi pada September-Oktober 2010 hingga akhirnya kasus ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Berikut ini sepak terjang Andi Narogong:
Bagi-bagi Duit Haram di DPR
Sepak terjang Andi Narogong dimulai ketika dia menemui Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan M Nazaruddin, yang dianggap sebagai representasi kekuatan politik di Komisi II DPR. Keempat orang itu sudah menyusun rencana pembagian uang haram dalam proyek tersebut. Pembahasan anggaran itu pun mencapai konklusi dengan menggunakan uang negara sebesar Rp 5,9 triliun.
Setelah itu, Andi mulai bergerilya. Dia mulai membagi-bagikan uang agar proyek e-KTP lolos. Jaksa KPK pertama menyebut, pada September-Oktober 2010, Andi memulai aksinya.
Andi juga kembali membagikan uang di ruang kerja Setya Novanto di lantai 12 gedung DPR dan di ruang kerja Mustokweni. Tak hanya itu, saat masa reses pada Oktober 2010, Andi kembali membagi-bagikan uang. Saat itu, Andi memberikan uang kepada Arief Wibowo sebesar USD 50 ribu untuk dibagikan kepada seluruh anggota Komisi II DPR dan sejumlah nama disebut menerima uang haram itu.
Baca Juga: Daftar Panjang Penerima Uang Korupsi e-KTP hingga Jutaan USD
Kemudian, setelah anggaran proyek e-KTP disetujui Komisi II DPR, Andi kembali membagikan uang, tepatnya pada Desember 2010, di rumah dinas Sekjen Kemendagri Diah Anggraini. Lalu jaksa KPK mengatakan, pada 24 Desember 2010, Gamawan Fauzi meminta izin Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo agar proyek e-KTP dilakukan dengan skema kontrak tahun jamak atau multiyears.
Namun Agus menolaknya. Setelah ada uang pelicin dari Andi Narogong, Dirjen Anggaran Herry Purnomo memberi izin Kemendagri menggunakan metode multiyears dalam proyek e-KTP pada 17 Februari 2011.
Muluskan Lelang di Kemendagri
Dari DPR, Andi Narogong bergerak ke lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Andi mempermulus kemenangan konsorsium PNRI dalam proyek pengadaan e-KTP saat mengikuti lelang. Dia disebut jaksa KPK memberikan uang kepada Gamawan Fauzi melalui saudaranya, yakni Azmin Aulia, sejumlah USD 2,5 juta.
Baca Juga: Begini Alur Lelang dan Pelaksanaan e-KTP
Setelah penyerahan duit ini, Gamawan, yang saat itu menjabat Mendagri, menerima nota dinas dari ketua panitia pengadaan Drajat Wisnu Setyawan, yang mengusulkan konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang pekerjaan e-KTP.
Skenario Tim Fatmawati
Pengaturan proses pengadaan e-KTP dimulai dari skenario yang dirancang tim Fatmawati. Tujuannya memenangkan konsorsium PNRI dalam lelang proyek e-KTP dengan nilai pekerjaan Rp 5.841.896.144.993.
Gerak tim Fatmawati dimulai dengan pertemuan Irman, saat itu Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri. dan Sughiarto. saat itu Direktur Pengeloaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Andi Narogong menggelar pertemuan lanjutan di ruko miliknya di Graha Mas Fatmawati Blok B Nomor 33-35, Jakarta Selatan, yang disebut jaksa sebagai ruko Fatmawati. Tim Fatmawati ini menyepakati sejumlah hal terkait dengan proses lelang dan pelaksanaan pengadaan e-KTP.
Baca Juga: Proyek e-KTP Rp 5,9 T: Rp 2,5 T di Antaranya Jadi Bancakan Korupsi
Jaksa menyebut proses pelelangan akan diarahkan memenangkan konsorsium PNRI dengan membentuk pula konsorsium Astragrapha dan konsorsium Murakabi Sejahtera sebagai peserta pendamping. Tim ini juga mensinkronkan produk-produk tertentu untuk kepentingan e-KTP yang kemudian digunakan menjadi dasar dalam penetapan spesifikasi teknis. Tim ini juga membuat harga pasar yang dinaikkan sehingga lebih mahal dari harga sepenuhnya.
Kenyataannya, konsorsium PNRI pemenang lelang yang berafiliasi dengan Andi Narogong tidak memenuhi target pekerjaan. Konsorsium PNRI hanya dapat melakukan pengadaan blangko KTP elektronik sebanyak 122.109.759 keping dari kewajiban 172.015.400," papar jaksa.
Selain itu, terdapat kemahalan harga dari total pembayaran e-KTP ke konsorsium PNRI sebesar Rp 4,9 triliun setelah dipotong pajak. Harga wajar proyek itu Rp 2,5 triliun. (aan/fdn)