Awal mula pembahasan anggaran proyek itu terjadi pada Februari 2010, ketika Burhanudin Napitupulu selaku Ketua Komisi II DPR meminta uang kepada Irman selaku Dirjen Dukcapil saat itu. Maksud permintaan uang itu agar usulan Kemendagri tentang anggaran proyek segera disetujui.
Setelah itu, Irman dan Burhanudin bersepakat pemberian uang itu dilakukan oleh seorang pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dia disebut jaksa KPK sebagai pengusaha yang sudah terbiasa menjadi rekanan di Kemendagri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, Andi Narogong secara aktif menemui Irman untuk menindaklanjuti kesepakatan itu. Irman juga mengarahkan Andi berkoordinasi dengan Sugiharto selaku anak buahnya.
Bukan hanya itu, Andi dan Irman juga bersepakat menemui Novanto, yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. Tujuan keduanya adalah agar Novanto memastikan Fraksi Partai Golkar mendukung anggaran proyek e-KTP itu.
"Menindaklanjuti kesepakatan itu, beberapa hari kemudian di Hotel Gran Melia, Jakarta, para terdakwa bersama-sama dengan Andi Narogong dan Diah Anggraini melakukan pertemuan dengan Setya Novanto. Dalam pertemuan itu, Setya Novanto menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan KTP berbasis NIK secara nasional," sebut jaksa KPK.
Kemudian, Irman dan Andi kembali menemui Novanto di ruang kerjanya di lantai 12 gedung DPR. Dalam pertemuan itu, Novanto mengaku akan mengkondisikan pimpinan fraksi lainnya.
"Atas pernyataan tersebut, Setya Novanto mengatakan bahwa ia akan mengkoordinasikan dengan pimpinan fraksi lainnya," ujar jaksa KPK.
Baca Juga: Novanto Soal Sidang e-KTP, Jika Disebut Saya Klarifikasi (dhn/fdn)











































