Tak kunjung dieksekusinya putusan itu disayangkan ahli hukum dari Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono. Dia menilai hal itu merupakan bentuk pembangkangan terhadap putusan pengadilan.
"Belum dilaksanakannya eksekusi putusan MA perihal Yayasan Supersemar oleh Ketua PN Jakarta Selatan setelah 2 tahun berkekuatan hukum tetap merupakan bentuk pembangkangan terhadap putusan pengadilan," kata Bayu saat berbincang dengan detikcom, Senin (6/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menunjukkan upaya lepas tangan dan lepas tanggung jawab MA atas putusan yang dibuatnya sendiri. Padahal Pasal 32 ayat (1) UU Mahkamah Agung (UU 3/2009) secara jelas mengatur kewenangan MA melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya dapat dimaknai secara luas adalah pelaksanaan eksekusi putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap," jelas Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember itu.
Menurutnya, dalam Pasal 32 ayat (4) MA memiliki kewenangan memberi teguran atau peringatan kepada pengadilan bila tidak segera melaksanakan eksekusi putusan.
"MA dapat bertindak memberikan teguran atau peringatan kepada Ketua PN Jakarta Selatan," Bayu menegaskan.
Dari aspek pengawasan kode etik, Bayu berharap Komisi Yudisial bertindak mengusut kejadian ini. Mengingat tindakan Ketua PN Jakarta Selatan yang menunda pelaksanaan putusan bertentangan dengan sikap dan kode etik perilaku hakim.
"Sebagai sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas, di mana penerapan perilaku berintegritas tinggi, salah satunya adalah hakim dilarang menunda eksekusi," papar Bayu.
"Oleh karena itu, baik MA maupun KY tidak bisa bersikap pasif atau hanya memantau sambil menunggu perkembangan. MA dan KY harus bergerak cepat dan aktif untuk memastikan Ketua PN Jakarta selatan melaksanakan eksekusi ini," sambung Bayu.
Ditambahkan Bayu, jika MA terus membiarkan dan bersikap pasif terhadap pembangkangan yang dilakukan Ketua PN Jaksel terkait eksekusi aset Yayasan Supersemar, hal itu akan meruntuhkan kepercayaan publik.
"Akan meruntuhkan kepercayaan rakyat terhadap kehormatan pengadilan dan menjadi contoh pembenar tindakan di masa depan bagi ketua pengadilan atau rakyat mengabaikan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap," cetusnya.
Sebelumnya, juru bicara MA Suhadi menjelaskan otoritas pelaksana eksekusi aset Yayasan Supersemar dilakukan oleh PN Jaksel.
"Sekali lagi, otoritas ada di Ketua PN untuk melaksanakan eksekusi. Bahkan dia tidak perlu melaporkan lagi ke MA, karena sudah benar-benar kewenangan ketua PN setempat. Jadi tidak perlu lagi izin sejenisnya untuk jangan mengeksekusi atau lain sebagainya. Tidak boleh ada hal seperti itu," ujar Suhadi. (adf/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini