Jerat Etik Patrialis: Bocorkan Rahasia hingga Bertemu Pihak Berperkara

Jerat Etik Patrialis: Bocorkan Rahasia hingga Bertemu Pihak Berperkara

Edward Febriyatri Kusuma - detikNews
Jumat, 03 Feb 2017 17:31 WIB
Jerat Etik Patrialis: Bocorkan Rahasia hingga Bertemu Pihak Berperkara
Patrialis Akbar menjadi tersangka korupsi. (agung/detikcom)
Jakarta - Anggota majelis Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Bagir Manan membeberkan tiga poin pertimbangan hasil sidang etik Patrialis Akbar. Meski begitu, pihaknya masih menutup rapat hasil rekomendasinya.

"Majelis Kehormatan paling tidak, ada tiga hal yang dipertimbangkan. Yang pertama, menyangkut apakah Pak Patrialis berhubungan dengan orang-orang yang berkepentingan dengan perkara ini atau tidak," ujar Prof Bagir Manan saat dihubungi wartawan, Jumat (3/2/2017).

Bagir mengatakan, secara etika, hakim tidak diperbolehkan berhubungan dengan pihak yang beperkara. Apabila dilakukan oleh hakim terduga, hal itu dapat menimbulkan keberpihakan.

"Kalau asas hukum namanya bias atau personal bias," ujar Bagir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagir mengatakan, dalam sidang pemeriksaan, MKMK juga mempertimbangkan bukti draf putusan MK yang disita KPK. Sebab, setiap putusan atau hasil rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang belum dibacakan bersifat rahasia.

"Apakah ada kebocoran atau tidak terhadap draf itu. Kalau itu artinya yang berkepentingan sudah tahu atau diberi tahu dengan cara tertentu. Sedangkan putusan itu masih belum dibacakan dalam sidang terbuka. Semua putusan majelis hakim dalam sidang terbuka sifat rahasia," ucap Bagir.

Bagir menjelaskan pertimbangan lain yang dilihat oleh MKMK, Patrialis terkait dengan persoalan uang yang diterima. Sedangkan untuk pertimbangan lainnya adalah wanita yang ditangkap bersama Patrialis di Grand Indonesia.

"Soal berkaitan dengan wanita, ya kita tidak pertimbangkan itu. Kita merasa tiga itu dapat dipertimbangkan. Sehingga yang ini tidak perlu lagi, karena secara hukum atau etik kalau kita pertimbangkan, kita harus mencari siapa wanita itu? Kan kita tidak tahu karena asasnya, orang yang terkena persoalan hukum dia harus didengar. Sedangkan kita hanya tahu saja, tetapi siapa wanitanya kita tidak tahu. Jadi yang tiga saja sudah cukup," cetus Bagir.

Sementara itu, Ketua MK Arief Hidayat ingin menemui Presiden Joko Widodo untuk meminta saran tentang perbaikan kondisi MK.

"Semoga Presiden sediakan waktu langsung, sehingga saya bisa diskusi dan mendapatkan saran Presiden. Itu saya harapkan sekali," ujar Arief di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakpus, Jumat (3/2).

"Iya, ini juga untuk perbaikan," imbuh Arief.

Arief menjelaskan, secara konstitusi, tiap lembaga pemerintah memiliki kewenangan terpisah sehingga setiap lembaga tidak boleh melakukan intervensi.

"Menurut kewenangan yang diberikan, konstitusi tidak boleh intervensi yudisial, tidak boleh intervensi MA, MK, dan DPR nggak boleh," ujar Arief.

Arief mengatakan, walaupun tidak boleh melakukan intervensi, UUD 1945 memperbolehkan untuk sinergi, sehingga menghasilkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

"Tidak boleh intervensi, tapi boleh sinergi. Kita patokan sama visi dan misi yang sama. Boleh sinergi, oleh karena itu kita boleh diberi saran, tapi asal tidak intervensi. Kita welcome terima saran-kritik, termasuk dari media, tapi yang konstruktif," ungkapnya.

(edo/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads