Petisi yang ditulis oleh Muhamad Trishadi Pratama intinya meminta kepada Mendibud Muhadjir Effendy untuk mencabut pemberhentian atau mutasi Dika. Dalam petisi itu disebutkan, Dika diberhentikan karena mengkritik sekolah melalui blog pribadi.
Dika diketahui kerap mencurahkan pemikirannya dalam blog pribadinya. Ditengok di blog tersebut pada Kamis (26/1/2017), Dika memang menulis sebuah kritikan dengan judul 'Pendidikan Kita Memang Kacau, Adikku'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada tulisannya yang lain, Dika mengaku sebagai guru honorer sejak Juli 2016 dan berakhir pada Juni 2017. Tetapi di dimutasi per 19 Januari 2017.
Petisi yang dilayangkan oleh Trishadi kemudian menyebut Dika dimutasi karena menyampaikan kritik. Pihak sekolah membantah mutasi itu karena pendapat kritis dari Dika.
"Itu tidak benar, kami tidak pernah meminta paksa bahwa siswa harus mengeluarkan sejumlah nominal uang untuk pembangunan. Kalau sumbangan sukarela memang ada, tapi itu sudah ada persetujuan dan kesepakan oleh komite sekolah dan orang tua murid," ujar Kepala SMAN 13 Depok, Mahmad Mahpudin, saat ditemui detikcom di kantornya.
Gedung SMAN 13 Depok memang tampak sedang direnovasi. Ada bagian gedung yang masih dibangun. Sementara itu mengenai lahan parkir yang dipungut bayaran, Mahmad langsung memberi penjelasan.
![]() |
"Itu kan lahan kami nyewa dengan warga sekitar dan bukan punya kami. Jadi warga yang memberikan tarif. Kalau sekolah ini belum ada lahan untuk parkir. Harusnya Pak Dika bisa bicara ke pihak sekolah dulu dan tanya kepada pihak sekolah, tapi ini tidak. itu yang saya sayangkan," ungkap Mahmad.
Menurut Mahmad, gaya mengajar Dika memang berbeda. Dika bahkan membolehkan siswa berambut gondrong dan datang terlambat.
"Ternyata dia mempunyai prinsip dan ideologi yang berbeda dengan sekolah, dia menilai bahwa siswa dan guru itu tidak ada jarak, boleh gondrong, telat. Bahkan dia tidak suka kalau ada siswa yang ditegur karena melanggar kedisiplinan. Dia mengaku juga bahwa kegiatan itu dibuat dengan alasan agar siswa ada kegiatan positif dari pada menongkrong atau merokok. Dia mengaku salah dan meminta maaf, karena tidak memberitahukan sekolah dengan adanya kegiatan tersebut," kata Mahmad.
Dika juga membuat Kelompok Studi Merdeka yang melibatkan sejumlah siswa. Mahmad mengaku mendapat protes orang tua murid lantaran sikap anaknya berubah setelah ikut kelompok Dika.
"Sekali lagi saya tekankan bahwa Pak Dika tidak diberhentikan sepihak, tapi untuk pengembangan guru, dan hak saya sebagai Kepsek untuk memutasi. Saya mutasikan ke bagian perpustakaan. Pak Dika pun sudah menyetujui dengan keputusan itu pada saat konferensi pers kemarin," kata Mahmad.
Sampai saat ini Mahmad belum menerima surat pengunduran diri dari Dika. Dia pun mempersilakan Dika untuk kembali ke sekolah tersebut, namun tidak sebagai guru.
Dikonfirmasi terpisah, Dika mengaku keberatan dengan proses mutasi tersebut. Menurutnya mutasi itu tidak sesuai prosedur.
"SK saya masih guru honorer, saya tidak pernah dipanggil oleh kepala sekolah mengenai mutasi itu. Tahu-tahu nama saya sudah tidak ada di daftar pengajar," kata Dika. (bag/fjp)