Kepala Bagian Hukum Pemkot Jaksel Luhut Purba menjelaskan putusan dari PTUN tersebut saat ini masih ada di tangan majelis hakim. Pihaknya akan mempelajari lebih lanjut putusan hakim.
"Kita akan ada upaya hukum. Kemungkinan segera. Kita mempelajari berkas-berkas yang kami punya, begitu. Putusannya masih di tangan majelis. Karena waktu putusan itu cepat-cepat bicaranya. Itu nggak kedengeran, jadi putus-putus amar pertimbangannya apa," jelas Luhut kepada detikcom, Jumat (6/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pemerintah telah beberapa kali melakukan sosialisasi penggusuran dan normalisasi kepada warga Bukit Duri.
"Putusan hakim ini nggak masuk akal karena ini program nasional. Kita sudah sosialisasi lebih dari dua kali. Jangan dibilang kita nggak sosialisasi ke mereka," kata Luhut.
Baca Juga: Warga Menang Lawan Satpol PP Soal Penggusuran Bukit Duri
Luhut juga menjelaskan tanah yang ditempati warga Bukit Duri yang melakukan gugatan tersebut sebagian besar adalah milik Pemprov DKI. Ia mengungkapkan justru seharusnya warga membayar sewa kepada pemda.
"Tanah itu ada sebagian milik PJKA dan pemda DKI. Harusnya bayar sewa ke pemda DKI. Makanya apa yang kita lakukan untuk normalisasi adalah program nasional. Kalau di situ banjir, yang repot warga juga," ujar Luhut.
Diberitakan sebelumnya, warga Bukit Duri menang melawan Satpol PP Pemkot Jakarta Selatan. PTUN Jakarta menyatakan SK Satpol PP Nomor 1779/-1.758.2 tertanggal 30 Agustus 2016 cacat hukum.
Dalam putusan majelis hakim yang diketuai oleh Baiq Yulliani dengan anggota Adhi Budhi Sulistyo dan Edi Septa Suharza itu, disebutkan bahwa SP yang dikeluarkan oleh Pemkot Jaksel dan Pemprov DKI melanggar asas hukum pemerintahan yang baik. Sehingga Pemkot Jaksel dan Pemprov DKI harus memberikan ganti rugi kepada warga yang rumahnya sudah rata menjadi tanah. (nkn/asp)











































