Peristiwa ini menjadi bagian dari aksi protes orang tua yang terkejut atas kabar beredarnya vaksin palsu. Dalam aksi yang diawali pada Kamis, 14 Juli 2016, itu, orang tua menuntut pertanggungjawaban rumah sakit soal penggunaan vaksin yang diberikan kepada anak-anak.
Kegelisahan bermula dari pengungkapan polisi mengenai peredaran vaksin palsu di sejumlah fasilitas kesehatan, seperti bidan dan klinik. Mulanya tim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri melakukan penggerebekan di Pondok Aren, Tangerang Selatan, pada Rabu, 22 Juni 2016.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bermacam latar belakang para tersangka yang dirilis Polri. Mulai dari pembuat, pengumpul botol vaksin, pencetak label, distributor, hingga pemilik apotik ataupun bidan dan dokter yang membeli vaksin oplosan.
Vaksin palsu yang diketahui beredar berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di antaranya vaksin Engerix B, Pediacel, Euvax B, Tripacel, Tyberculin PPDRT 23, serta vaksin BCG. Dari hasil penelusuran (BPOM), penyebaran vaksin palsu ditemukan di 9 daerah, yakni Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, Serang, DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Pangkalpinang, dan Batam.
Temuan-temuan ini membuat para orang tua terus mendesak dipublikasikannya daftar rumah sakit atau pelayanan kesehatan (fasyankes) yang menggunakan vaksin oplosan. Daftar 14 RS serta 8 bidan/klinik pengguna itu kemudian dibeberkan Menkes Nila F. Moeloek dalam rapat bersama Komisi IX DPR pada Kamis (14/7).
Semula dari hasil kajian Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kandungan pada vaksin oplosan disebut tidak berbahaya. Kandungan ini adalah cairan infus atau cairan pembersih yang biasa digunakan untuk membersihkan tubuh bayi.
Ketua IDAI dr Aman Bhakti Pulungan menyebut suntikan vaksin palsu membuat tubuh bayi tidak kebal terhadap penyakit tertentu. Karena itu, setelah terbongkarnya kasus ini, para orang tua diminta melakukan suntik ulang vaksin.
Tapi fakta lain terungkap dalam persidangan pasutri Hidayat dan Rita. Pihak dari BPOM, berdasarkan hasil uji laboratorium, menyebut kandungan vaksin palsu jenis Tripacel mengandung zat logam merkuri.
Jumlahnya teridentifikasi hingga 10 part per million (ppm) sehingga menjadi berbahaya. Pembuatan vaksin bagi imunitas bayi dan balita memang menggunakan kandungan merkuri sebagai pengawet. Namun merkuri yang digunakan sejenis etil merkuri atau tiomersal atau yang dikenal sebagai garam merkuri dengan ambang batas 0,01 persen
Yang pasti, ancaman pidana penjara menanti para pelaku pengoplos vaksin. Para tersangka, termasuk Hidayat dan Rita, yang duduk di kursi pesakitan, diancam pasal berlapis, yakni UU Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen, dengan ancaman 15 tahun penjara. (fdn/fjp)











































