"Yang ditanya seputar pertemuan di kantor Ibu Rachma saja yang di UBK," ujar Hatta kepada wartawan usai diperiksa di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Hatta mengungkap serangkaian pertemuan dengan sejumlah aktivis yang dilakukan tanggal 20 November 2016 di UBK. Sejumlah aktivis--yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka dugaan upaya makar--hadir, termasuk Sri Bintang Pamungkas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada pertemuan lebih kurang tanggal 28 November, tapi terbatas hanya bicara teknis untuk persiapan acara tanggal 2 Desember itu," ujar Hatta yang hari ini mendapat 12 pertanyaan penyidik dalam pemeriksaan.
Rapat teknis pada 28 November itu, para aktivis mempersiapkan segala sesuatu untuk kesiapan aksi tanggal 2 Desember. "Persiapan saja, misalnya temanya apa, lalu jumlah massa, pemberitahuan ke polisi dan lain sebagainya," ucapnya.
Yang dimaksud Hatta, agenda tanggal 2 Desember itu adalah untuk turun melakukan aksi di depan gedung DPR/MPR guna menyampaikan aspirasi. Sejumlah aktivis saat itu sepakat untuk membawa dua agenda penting pada saat aksi yang sedianya dilakukan tanggal 2 Desember tersebut.
"Oh iya dibahas itu teknis untuk turun tanggal 2 Desember dengan isu hanya dua, (yaitu) kembali ke UUD '45 yang asli dan tangkap/penjarakan Ahok, itu saja," ujarnya.
Dia menyebut, Rachmawati telah menyiapkan massa dengan jumlah puluhan ribu orang untuk turun ke depan Gedung DPR/MPR. "Waktu itu surat yang disiapkkan oleh stafnya itu, waktu itu lebih kurang 20 ribu. Itu terbuka kok, sudah disiarkan," terangnya.
Namun, Hatta mengaku tidak tahu massa mana yang akan diturunkan ke DPR saat itu. "Yang tahu detil itu tentu ibu Rachma sama anak buahnya. Karena saya sifatnya hanya memberitahu ke publik aja bahwa akan ada itu (aksi di DPR-red)," lanjut dia.
Hatta menegaskan, massa yang akan diturunkan ke DPR/MPR, bukanlah massa aksi 'Bela Islam III' yang berada di Monas, Jakarta Pusat, pada hari yang sama, Jumat 2 Desember.
"Enggak, enggak dibicarakan. Ibu punya ini (massa sendiri) yang sifatnya untuk setuju dengan isu kembali ke UUD '45," ujarnya.
Soal mengapa agenda tersebut harus dilakukan pada saat aksi 212, Hatta mengaku tidak mengetahuinya. "Nah itu tanyakan ke Ibu Rachma," katanya.
Pertemuan tersebut juga diakui Hatta, ada rencana untuk mengerahkan massa ke DPR di tanggal 2 Desember. Tetapi menurutnya, pengerahan massa tersebut, bukan untuk upaya makar alias menggulingkan pemerintahan yang sah dengan cara menduduki gedung DPR/MPR.
"Nggak, karena Ibu Rachma dan kami sudah meminta, pimpinan MPR itu tolong datang ke panggung kita untuk dengar aspirasi kita, jadi tidak ada agenda menyerbu, mengusai (DPR/MPR) itu enggak ada," sambungnya.
Dalam pertemuan tersebut, Hatta bertindak sebagai panitia. Ia menuliskan kesimpulan hasil rapat di UBK tersebut dan mengunggahnya ke situs esph.org.
"Iya (sebagai) salah satu panitia, karena banyak panitianya. Kan ada anak buah ibu rachma panitia. Tugas bapak mencatat kesimpulan, kesimpulan 4 poin (dimasukkan ke esph.org). Saya hanya baca notulen oh udah bener lah, saya ikut tanda tangan sebagai panitia," jelasnya.
Sri Bintang sendiri, sempat memberikan surat ke MPR yang meminta dilakukan sidang istimewa untuk mencabut mandat Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Hatta, agenda Sri Bintang itu terpisah dari agenda para aktivis lainnya.
"Tidak, lain. Mungkin Pak Bintang--bisalah--tahu suka main sendiri kan. (Sri Bintang) pernah hadir tanggal 20 November, tetapi kan dia punya agenda sendiri," cetusnya.
Hatta lantas menjelaskan pentingnya mengembalikan amandemen UUD 1945 ke bentuk asli tersebut, salah satunya dalam hal memilih pemimpin.
"Urgensinya banyak, kan dengan hasil amandemen ini kita mendapatkan pemimpin yang kadang-kadang enggak jelas riwayat, track record dan sebagainya, tapi dengan sistem kembali ke UUD 45 memilih pemimpin itu terseleksi dengan baik karena lewat musyawarah mufakat dengan baik, orang jelas track recordnya untuk jadi pemimpin," terang Hatta.
(mei/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini