Proyeksi Hukum 2017, Pukat UGM: RUU Jabatan Hakim Penting, Tapi Ada Ngaconya

Proyeksi Hukum 2017, Pukat UGM: RUU Jabatan Hakim Penting, Tapi Ada Ngaconya

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 16 Des 2016 23:11 WIB
Zainal Arifin Mochtar dari Pukat UGM (Foto: Andi Saputra)
Jakarta - Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM menilai RUU Jabatan Hakim menjadi simpul penting dalam pembenahan hukum 2017 nanti. Meski demikian, ada hal yang harus dikritisi dalam RUU tersebut.

"RUU Jabatan Hakim itu simpul yang sangat penting. Salah satunya hakim jangan lagi fresh graduate. Di RUU Jabatan Hakim dinaikkan jadi usia 30-an, punya pengalaman sekitar 10 tahun. Itu menarik," kata penggiat Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar, Jumat (16/12/2016).

Hak itu disampaikan dalam Konferensi Hukum Nasional di Jember yang digelar pada 16 sampai 17 Desember 2016. Hadir dalam konferensi ini Dirjen Peraturan Perundangan Prof Widodo Ekatjahjana, staf ahli Kantor Staf Kepresidenan Asep Rahmat Fajar, Ketua KPK 2007-2009 Antasari Azhar serta para pakar hukum lainnya. Acara tersebut dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember bekerjasama dengan Kemenkum HAM dan Pemda Kabupaten Jember.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Cuma agak ngaco-nya hakimnya harus jadi pejabat negara. Bayangkam saja. Kita tambah lagi 8 ribu pejabat negara, hitung berapa mobil dinasnya belum lagi pengawalnya," ujar Zainal.

PR hukum yang harus diselesaikan di 2017 adalah tumpang tindih aparat penegak hukum. Pada awal lahirnya KUHAP 30 tahunan lalu, aparat penegak hukum hanya dikenal 3 institusi yaitu polisi, jaksa dan hakim. Tapi kini aparat penegak hukum berkembang lebih banyak seperti polisi hutan, Otoritas Jasa Keuangan hingga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

"KPPU adalah lembaga yang menggabungkan semua unsur yaitu penyidik, penuntut dan hakim dalam satu bersamaan," ujarnya.

Tugas terakhir yang harus dibenahi yaitu soal regulasi UU yang karut marut. Namun pembenahan perundangan disemangati tidak dengan motivasi pidana. Sebab pasca reformasi, lahir 600 jenis delik pidana baru. Hal itu sangat disayangkan. Langkah terakhir yaitu meningkatkan kesejahteraan aparat.

"Logika moral semata tidak bisa. Umpamanya kita manggil ustaz untuk ceramah di sini tapi kesejahteraan tidak dinaikkan," pungkas Zainal.

(asp/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads