Kala Hakim Konstitusi dan Ahli Perdebatkan Hukum dan Moral di Sidang Asusila

Kala Hakim Konstitusi dan Ahli Perdebatkan Hukum dan Moral di Sidang Asusila

Edward Febriyatri Kusuma - detikNews
Senin, 28 Nov 2016 13:55 WIB
Sidang MK (ari/detikcom)
Jakarta - Hakim konstitusi Anwar Usman memperdebatkan pandangan ahli Koalisi Perempuan tentang hukum dan moral dalam sidang gugatan pasal asusila dalam KUHP. Ahli Budhy Munawar Rachman berpandangan hukum yang telah ada tidak perlu lagi diperluaskan maknanya sesuai keinginan pemohon.

Dalam paparannya, Budi melihat kalau UU yang ada sekarang telah cukup mengatur pidana pasal-pasal yang dimohonkan. Sehingga permasalahan yang ada sekarang ini dapat diselesaikan dengan moral, dan hukum adalah langkah terakhirnya. Namun pandangan Budi dipertanyakan Anwar Usman.

"Saya garis bawahi bahwa hukum itu penting. Sebenarnya dalam negara mana pun sejak dulu. Hukum adalah segala sesuatu yang mendasar. Ketika hukum dicampakkan konstitusi katakan dikesampingkan maka itu tanda kehancuran suatu negara. Jadi bukan sekedar penting, ketika itu hanya sebagai apa nambanya penghias, hukum mendasar kelanjutan dari dikatakan Nabi Muhammad," ujar Anwar dalam persidangan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, (28/11/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun belum selesai hakim Anwar berbicara, Budhy langsung menanggapai pernyataan tersebut. Dirinya berpandangan kehidupan bukan hanya bicara masalah hukum tetapi harus bicara moral.

"Hukum itu penting seperti yang dikatakan Yang Mulia tetapi tujuan agama itu moral seperti dikatakan sebuah hadis. Menyempurnakan moral inilah yang sebenarnya jadi acuan utama dari kenabian. Tentu di dalamnya hukum itu penting. Nabi Muhammad juga punya banyak kasus mengenai perzinahaan, tetapi di dalam konteks ini ada satu cerita karena orang sudah menikah perzinahan akan dirajam," papar Budhy.

Budhy pun menceritakan salah satu kasus perzinaan yang diselesaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketika diceritakan kalau hukum menjadi jalan terakhir yang diambil dalam masalah perzinahan.

"Nah moral dari hadis ini atau sunah ini bahwa adalah yang pertama sekali bukan hukum. Hukum itu yang kesekian berkaitan dengan moral. Jadi moral itu, bahwa saya menafsirkan membuang mukanya Nabi Muhammad tiga kali itu pertanda bahwa dia percaya perbaikan manusia penting, ketimbang menghukum rajam, memberikan kesempatan manusia untuk tumbuh lagi di dalam situasi buruk itu sangat penting. Saya kira itu moral dari cerita atau sunah nabi ini," papar Budhy.

Didebat hal tersebut, Anwar Usman memilih menyudahinya.
Kala Hakim Konstitusi dan Ahli Perdebatkan Hukum dan Moral di Sidang Asusila

"Baiklah. Memang ini pendapat ya. Ini hanya sharing aja, kita bukan mencari kebenaran hakiki, karena kebenaran hakiki hanya milik Allah," kata Anwar yang mendengarkan penjelasan Budhy.

Sidang itu digelar atas permohonan pemohon guru besar IPB Bogor, Euis Sunarti. Selain Euis, juga ikut memohon akademisi lainnya yaitu Rita Hendrawaty Soebagio SpPsi MSi, Dr Dinar Dewi Kania, Dr Sitaresmi Sulistyawati Soekanto, Nurul Hidayati Kusumahastuti Ubaya SS MA, Dr Sabriaty Aziz. Ada juga Fithra Faisal Hastiadi SE MA MSc PhD, Dr Tiar Anwar Bachtiar SS MHum, Sri Vira Chandra D SS MA, Qurrata Ayuni SH, Akmal ST MPdI dan Dhona El Furqon SHI MH.

Mereka memohon pasal-pasal asusila dalam KUHP yaitu:

1. Pasal 292 KUHP berbunyi:

Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Dalam hazanah akademik, pasal di atas dikenal dengan pasal homoseksual dengan anak-anak. Tapi Menurut Euis dkk, pasal itu seharusnya juga berlaku untuk 'korban' yang sudah dewasa. Sehingga pemohon meminta pasal itu berbunyi:

Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

2. Pasal 284 ayat 1 KUHP, yang berbunyi:

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria dan wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,

Euis meminta pasal yang dikenal dengan 'pasal kumpul kebo' itu diubah menjadi lebih luas, yaitu setiap hubungan seks yang dilakukan di luar lembaga perkawinan haruslah dipidana. Sehingga berbunyi:

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria dan wanita yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,

3. Pasal 285 KUHP yang berbunyi:

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

Euis dkk meminta pasal pemerkosaan tidak hanya berlaku kepada lelaki atas perempuan, tetapi juga lelaki terhadap lelaki atau perempuan terhadap perempuan. Sehingga pasal itu berbunyi:

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

Sidang ke-15 dipimpin oleh Anwar Usman. Sidang menghadirkan dua ahli dan akan dilanjutkan pekan depan untuk sidang ke-16. (edo/asp)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads