Pesan Politik Jokowi, Mega, dan Prabowo

Pesan Politik Jokowi, Mega, dan Prabowo

Elvan Dany Sutrisno - detikNews
Jumat, 18 Nov 2016 11:14 WIB
Pesan Politik Jokowi, Mega, dan Prabowo
Foto: Ray Jordan/detikcom
Jakarta - Pada Kamis (17/11/2016) kemarin, di dua tempat berbeda Presiden Jokowi dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto serta Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mengisyaratkan pesan politik yang sangat jelas. Pesan itu ialah agar semua pihak menjaga keutuhan NKRI dan tak ada upaya jegal-menjegal.

Prabowo menyampaikan pesan politik itu sangat jelas saat mengunjungi Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/11/2016) kemarin. Dalam pertemuan itu, Prabowo menegaskan komitmen menjaga kemajemukan Indonesia dan siap mendukung pemerintah serta tak akan menjegal kepemimpinan Jokowi.

"Saya berkomitmen, sejak 2014 saat mengucapkan selamat. Saya tidak akan menjegal Bapak. Saya pegang komitmen saya," kata Prabowo saat bertemu Jokowi di Istana Merdeka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedatangan Prabowo ke Istana Merdeka adalah kunjungan balasan. Pada 31 Oktober lalu, Presiden Jokowi-lah yang berkunjung terlebih dahulu ke Hambalang. Dalam pertemuan di Istana Merdeka, Presiden Jokowi mengatakan bahwa saling mengunjungi merupakan tradisi dirinya dengan mantan Pangkostrad tersebut. Ia berharap tradisi yang sama akan diikuti oleh semua kalangan, tak hanya oleh para tokoh negara.

"Saya berharap budaya seperti ini juga sampai ke tengah, sampai ke bawah. Saya dan Pak Prabowo berkomitmen jaga Indonesia yang majemuk ini," tutur Jokowi.

Nah, sebuah pesan politik kemudian disampaikan Presiden Jokowi. Presiden menegaskan kesepakatan keduanya yang tak ingin bangsa ini terpecah belah karena perbedaan politik.

"Kita tidak menginginkan kita terpecah belah gara-gara perbedaan politik. Itu harganya sangat mahal," tegas Jokowi.

Di waktu yang hampir bersamaan, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mengumpulkan pimpinan PDIP di pusat dan daerah di kantor DPP PDIP di Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/11/2016). Seusai pertemuan, di waktu yang bersamaan dengan konferensi pers Jokowi dan Prabowo di Istana Merdeka, Megawati menggelar konferensi pers. Mega mengawali dengan sikapnya soal penetapan tersangka cagub DKI incumbent Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan agama.
Pesan Politik Jokowi, Mega dan PrabowoFoto: Hasan Al Habshy

Sejurus kemudian, Mega menceritakan konflik yang terjadi pascareformasi ketika dirinya menjabat wakil presiden. Ketika itu, wilayah timur Indonesia tengah dilanda konflik. Megawati diminta oleh Presiden Abdurrahman Wahid untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Ia tidak menginginkan konflik seperti itu terulang. Sebab, menurutnya, dari sebuah konflik, yang dihasilkan hanya kerugian.

"Yang ingin saya ingatkan, saya pernah jadi wakil presiden. Apakah masih ingat ketika kita baru alami reformasi, di timur Indonesia terjadi konflik. Dan saya yang menjadi wapres, ditugasi oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid untuk mengatasi, mendinginkan, dan menyelesaikan konflik tersebut," tutur Megawati.

Sebuah pesan politik kemudian terucap. Mega mengingatkan semua pihak jangan melakukan kekerasan karena pada akhirnya tidak ada yang kalah ataupun menang.

"Mungkin banyak yang tidak ingat, bagaimana kalau kira lakukan tindakan dengan kekerasan. Saya merasa, tidak ada yang kalah ataupun menang. Hanya kerugian di kedua pihak. Tolong buka file saja. Itu terjadi sekitar 2001-2002," imbuhnya.

"Seperti apa luka yang terjadi saat itu, ketika banyak ibu-ibu jadi janda dan anak-anak tidak terpelihara. Apa itu yang diinginkan? Padahal kita sudah maju. Kita sudah masuk ke dalam masa reformasi. Kita dan media kalau tidak mau (terjadi), jangan justru membumbui kekerasan itu," pungkas Megawati.

Dari pesan-pesan politik ketiganya, jelas NKRI adalah harga mati. Yang samar terlihat adalah untuk siapa sebenarnya pesan ini dialamatkan? (van/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads