Wisata Blusukan, Bikin Geregetan

Anyonghaseo (34)

Wisata Blusukan, Bikin Geregetan

M Aji Surya* - detikNews
Rabu, 02 Nov 2016 17:36 WIB
Wisata Blusukan, Bikin Geregetan
Foto: M Aji Surya
Seoul - Anyonghaseo. Blusukan bukan hanya milik Jokowi saja. Konsep wisata blusukan juga dikenal di Korea. Dengan kemasan yang unik, model wisata ini cukup populer. Ufgh, ternyata beyond imagination.

Awalnya, saya tidak begitu tertarik apalagi mengimani bahwa blusukan merupakan sebuah wisata yang cukup digemari baik orang lokal di Seoul maupun para turis mancanegara. Menurut mereka yang pernah ikut tur ini, para pelancong hanya diajak masuk keluar RT- RW melalui gang sempit. Yang terbayang dalam kepala saya justru kesumpekan yang menimbulkan kepenatan semata. Dengan kata lain, wasting time, buang waktu dengan sia-sia.

Namun, seiring dengan makin banyaknya info yang masuk ke telinga ini, pengin juga sekali-sekali merasakannya. Maklumlah, rasa ingin tahu manusia menjadi semakin membuncah manakala informasi mengalir deras seperti banjir bandang di musim penghujan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wisata blusukan yang pernah saya sisir terdiri dari tiga bagian yang bila digabung akan menciptakan sebuah perasaan yang komplit, warna-warni, atau nano-nano. Elemen tersebut adalah aneka lorong RT-RW, lalu pasar tradisional dan berakhir di kaki sebuah gunung. Perjalanan dengan lenggang santai tersebut ditempuh dalam waktu kisaran 4 jam. Sungguh, inilah olahraga, rekreasi mata, pengalaman batin serta atraksi budaya masyarakat setempat.

Wisata Blusukan, Bikin GeregetanFoto: M Aji Surya

Elemen pertama, para pelancong biasanya dibawa oleh tour guide untuk menyusuri desa tua yang sering disebut dengan Seochon Hanok Village. Sejak turun dari kendaraan umum, kaki kita langsung digiring ke sebuah perkampungan tua. Awalnya, jalan yang dilalui masih bisa dilewati mobil, tapi sejenak kemudian berupa lorong-lorong gang yang lebarnya hanya kisaran dua meteran saja. Tidak ada kendaraan yang lewat, termasuk sepeda motor dan sepeda. Atap rumah satu dan lainnya seolah hampir bersalaman di atas kepala kita.

Sambil berkelak-kelok dalam gang yang panjang nan bersih, pelancong disuguhi aneka desain rumah penduduk, mulai dari yang masih kuno hingga modern. Dijamin setiap dua ratus langkah, pelancong harus berhenti mengamati bagaimana sebuah budaya lama masih dipertahankan. Menurut tour guide, dalam masyarakat yang himpit-himpitan tersebut masih kokoh budaya gotong royong. Istilahnya, saling pinjam "gelas dan piring" dengan tetangga hal yang biasa.

Uniknya juga, di lorong sempit itu banyak warga yang bercocok tanam --yang dalam istilah kita disebut "apotek sehat". Ada tanaman cabe, anggur hingga labu. Semua berbuah lebat dan sepertinya tak seorangpun mengusiknya. Bahkan Tidak jarang, di tikungan jalan terdapat "pos kamling" dimana pelancong bisa duduk-duduk sambil menikmati keadaan.

Uniknya juga di beberapa ujung lorong, terdapat restoran dan kafe yang menjajakan makanan khas berselera. Jadi kalau terasa sedikit capek, tinggal mampir sambil menikmati suasana perpaduan budaya Korea kuno dan baru.

Memasuki bagian kedua, suasana sangat berbeda. Para pelancong diajak "putar-putar" di pasar tradisional yang disebut Tongin Market. Inilah salah satu pasar yang sudah berusia ratusan tahun namun nyaris tidak mengalami perubahan baik dalam produk yang dijual maupun sistem pelayanannya.

Sebenarnya pasar ini lebih merupakan pasar makanan tradisional Korea. Semua yang dijual di toko dan dikenal sebagai makanan Korea, ada disini. Bedanya semua penjualnya adalah orang-orang tua dan harganya relatif miring. Memasuki pasar ini sungguh seru karena penjualnya yang suka "berteriak" menjajakan dagangannya serta pengunjungnya yang berjubel. Terlihat anak sekolah setempat berbaur dengan turis menikmati jajanan pasar sambil jalan kaki.

Saking terkenalnya pasar ini, terpampang di salah satu warung, foto Menlu Amerika Serikat, John Kerry menyantap makanan setempat dengan wajah riang. Waktu itu, pastilah polisi dibuat repot dalam hal pengamanan bagi sang Menteri di tengah pasar yang hiruk pikuk.

Tur berakhir di bagian ketiga. Inilah bagian terberat. Maklumlah, pelancong diajak naik turun bukit di tengah perumahan penduduk. Selain harus berbadan sehat, para pelancong juga harus mengisi perut terlebih dahulu. Setelah sekitar satu jam ajrut-ajrutan, akhirnya sampailah di kaki bukit Inwangsan yang begitu indah.

Di lapangan kecil dengan beberapa tempat duduk sederhana itu, para pelancong dapat menatap gunung bebatuan yang gagah perkasa. Suasana sejuk dan tenteram sangat terasa sehingga setelah perjalanan panjang, pelancong dapat berlama-lama menikmati suasana. Bisa sambil melukis, berfotoria maupun melamun. Wuenak tenan.

Wisata Blusukan, Bikin GeregetanFoto: M Aji Surya

Jujur saja, modalitas wisata blusukan semacam itu dimiliki hampir semua wilayah di Indonesia. Mulai gang-gang sempit, rumah tradisional, pasar rakyat hingga pegunungan. Dengan berbagai komponen lokal yang ada, bisa jadi wisata blusukan di Nusantara akan terasa lebih heboh dan unik.

Namun yang pasti harus menjadi perhatian adalah soal kemasan atau paket tur blusukan, tidak mahal, serta lingkungan yang bersih nan sehat. Kalau pelancong diajak masuk lorong yang full tikus warok dan kucing garong, mereka dijamin akan lari terbirit-birit sebelum tur usai.

*Penulis adalah WNI yang tinggal di Seoul
Halaman 2 dari 2
(trw/trw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads