"Kami sangat bangga dapat menyelenggarakan pameran ini karena diharapkan dapat menampilkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan kekayaan budaya Indonesia," ujar Konsul Jenderal Abdulkadir Jailani kepada detikcom Den Haag, Rabu (26/10/2016).
Diplomat karir senior yang pernah menempati pos Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag ini membuka pameran bertema "The Storytelling Painting of Bali" Senin (24/10/2016) waktu setempat dan akan berlangsung selama dua pekan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Lukisan-lukisan tersebut berasal dari karya seni rupa yang berkembang di berbagai pura Bali, umumnya dijumpai di Taman Gili, Kerthagosa, Semarapura dan Klungkung, sejak awal abad ke-10 dan terus berevolusi sampai abad ke-20.
"Lukisan Wayang Kamasan bukan sekadar karya untuk penggalian keindahan saja, melainkan yang utama adalah sebagai benda ritual, sebagai media untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menunjukkan kehidupan yang baik dan buruk," terang Irons.
Menurut Irons, pameran ini juga memiliki arti penting bagi tradisi cerita wayang kulit yang selama ini telah menjadi sumber inspirasi gerakan tari yang dikenal di Jawa an Bali.
Irons yang pernah membantu sebagai kurator tamu untuk dua pameran di Museum Puri Lukisan, Ubud (2013 dan 2014), menjelaskan bahwa dinamika kehidupan zaman kolonial dan semangat perlawanan kerajaan-kerajaan di Bali juga memberi warna khusus terhadap corak lukisan Kamasan.
David Irons mulai mengoleksi lukisan sejak 1973 saat ia menetap selama satu tahun di daerah pedesaan Bali, Peliatan, dekat dari pusat seni lokal, Ubud. Tahun setelahnya, dia menyelenggarakan pameran lukisan wayang Bali pertama di Amerika bertempat di Harvad University's Fogg Art Museum.
Selain 21 lukisan kuno yang menceritakan legenda wayang, pameran juga menghadirkan berbagai karya seni ciptaan seniman-seniman Indonesia.
Menurut kesan para kolektor Internasional, lukisan gaya Kamasan dianggap sangat halus dan canggih serta memiliki pesan cerita sangat jelas. Lukisan atau ukiran tradisional berintikan wayang itulah yang membawa daya tarik tersendiri bagi seniman atau wisatawan yang berkunjung ke desa Kamasan tempat asal berkembangnya gaya lukisan tersebut.
"KJRI di New York akan terus mendorong para kurator karya seni Indonesia lainnya di Amerika Serikat untuk bekerjasama seperti yang telah dilakukan oleh David Irons," tutup Konjen. (es/fdn)