KPK Jemput Paksa PNS Sultra Saksi Kasus Gubernur Nur Alam

KPK Jemput Paksa PNS Sultra Saksi Kasus Gubernur Nur Alam

Dhani Irawan - detikNews
Kamis, 20 Okt 2016 18:38 WIB
KPK Jemput Paksa PNS Sultra Saksi Kasus Gubernur Nur Alam
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - KPK melakukan upaya jemput paksa terhadap seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di Pemprov Sulawesi Tenggara (Sultra) bernama Ridho Insana. Dia merupakan saksi untuk tersangka Nur Alam dalam kasus dugaan korupsi di balik penerbitan surat keputusan (SK) dan izin usaha pertambangan di Sultra.

"Penyidik KPK menjemput saksi Ridho Insana di kediamannya di daerah Jakarta Timur," kata Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2016).

Ridho dijemput sekitar pukul 15.30 WIB. Dia dijemput paksa lantaran telah 3 kali mangkir dari panggilan penyidik KPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang bersangkutan telah dipanggil beberapa kali secara patut namun tidak mengindahkan panggilan penyidik. Saat ini yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NA," kata Yuyuk.

Dalam kasus tersebut, Gubernur Sultra Nur Alam telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di balik penerbitan SK dan izin terkait sektor sumber daya alam. Nur Alam diduga menerima kick back (komisi) dari izin yang dikeluarkannya itu.

KPK menyebut SK yang diterbitkan Nur Alam dan menyalahi aturan yaitu SK Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Perusahaan itu yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana di Sultra.

Nur Alam telah menjadi Gubernur Sultra sejak 2008 dan kembali terpilih pada periode yang saat ini masih berlangsung. Sementara, KPK menduga korupsi yang disangkakan pada Nur Alam dilakukan sejak 2009 hingga 2014.

Saksi-saksi penting lain yang telah diperiksa penyidik yaitu Direktur PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) Widdi Aswindi. Terkait perkara tersebut, nama Widdi telah masuk dalam daftar cegah bepergian ke luar negeri oleh KPK. Selain itu, ada nama lainnya yang juga dicegah yaitu Emi Sukiati Lasmon.

Saat itu KPK menyebutkan Widdi sebagai Direktur PT Billy Indonesia, sedang Emi selaku pemilik PT Billy Indonesia. PT Billy Indonesia merupakan perusahaan pemilik tambang di Bombana dan Konawe Selatan di mana PT Anugrah Harisma Barakah melakukan kegiatan penambangan nikel.

Hasil tambang PT Billy Indonesia tersebut dibeli oleh Richcorp International, yang diduga mengirim uang sebesar USD 4,5 juta kepada Nur Alam selaku Gubernur Sultra. Widdi pun diduga pernah mengirimkan sejumlah uang kepada Nur Alam. (dhn/Hbb)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads