Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) itu melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, telah membacakan gugatannya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), pagi tadi. Maqdir mengklaim penyidikan KPK atas kliennya itu tidak sah salah satunya karena tidak adanya dua alat bukti. Apa kata KPK?
"Itu kan hak mereka ya untuk menyampaikan begitu. Saya rasa sah-sah saja mereka menyampaikan demikian. Tapi kami kan punya bukti permulaan untuk penetapan (tersangka) yang bersangkutan," kata Kabiro Hukum KPK Setiadi usai sidang di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu juga sudah kami siapkan. Baik pada saat penyelidikan maupun penyidikan, langkah apa yang kami lakukan penyidikan, kami lakukan semua. Akan kami jawab," tegas Setiadi,
"Yang bersangkutan (Novel Baswedan) kan diberikan tugas. Tentu tugasnya bisa penyelidikan dan penyidikan karena dia statusnya sebagai penyidik. Apa yang dia lakukan atas sepengetahuan dan perintah Direktur Penyidikan," imbuh Setiadi menegaskan.
Gugatan praperadilan itu diajukan lantaran Nur Alam telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di balik penerbitan SK dan izin terkait sektor sumber daya alam. Nur Alam diduga menerima kick back (komisi) dari izin yang dikeluarkannya itu.
KPK menyebut SK yang diterbitkan Nur Alam dan menyalahi aturan yaitu SK Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Perusahaan itu yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana di Sultra.
Nur Alam telah menjadi Gubernur Sultra sejak 2008 dan kembali terpilih pada periode yang saat ini masih berlangsung. Sementara, KPK menduga korupsi yang disangkakan pada Nur Alam dilakukan sejak 2009 hingga 2014. (dha/Hbb)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini