"Saya tidak pernah beri instruksi apapun pada Jessica. Saya katakan kalau you (kamu) benar, katakan yang sebenernya karena itu lebih relaks buat dia," kata Otto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (28/9/2016).
"Saya katakan saya tidak mau bikin skenario, kalau skenario dikejar ke manapun bisa ditangkap. Kalau orang buat bohong, kebohongan kecil itu ditutupi kebohongan besar. Kebohongan besar akan ditutupi oleh kebohongan yang lebih besar lagi. Sampai kebohongan itu sendiri bercerita tentang kebohongan itu. Itu bahayanya," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya jaksa kalau ada di BAP tunjukan dong, baru dia ingat. Bagaimana anda ingat kalau sudah berapa bulan. Jadi kalau mau fair kalau ada di WA, tunjukan saja WA-nya. Bagi kita WA itu penting diceritakan. Nanti saya akan ceritakan, seperti yang memulai pertemuan itu Hani, ada buktinya. Tadi dia bilang tidak ingat, merugikan dia itu, tapi memang dia tidak ingat. Jadi orang tidak bisa dipaksa ingat, jaksa yang harus mengkonfirmasi," tutur Otto.
Sebagai terdakwa, Jessica punya hak ingkar dan hak untuk diam. Namun Jessica memutuskan untuk menjawab semua pertanyaan jaksa.
"Tapi kan dia bagus kok, kan terdakwa berhak menolak, diam pun boleh, tidak mau jawab pun boleh, tidak mau bersaksi pun boleh, itu hak terdakwa. Dia punya hak ingkar, tapi kita bilang enggak boleh Jessica. Dia buka apa adanya its good. Supaya terang benderang, kan selama ini dia dituduh macam-macam," katanya.
Pada persidangan ke-26 dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Jessica sering menjawab pertanyaan JPU dengan jawaban 'tidak tahu' dan 'tidak ingat'. Jessica mengaku kesulitan untuk mengingat secara detail apa saja yang terjadi di Kafe Olivier di hari kematian Mirna.
(Hbb/Hbb)