"Kalau saya pribadi sekarang tidak yang kemudian melarang kalau ada yang mau tinggal di sini. Hanya kuat-kuatan saja," ujar salah seorang warga Sugito (45).
Hal ini disampaikan Sugito kepada detikcom di rumahnya di Kampung Pitu, Pedukuhan Nglanggeran Wetan, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (20/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti otomatis terjadi begitu saja," imbuhnya.
Meski memilih bertahan dan tinggal di Kampung Pitu, Sugito rupanya tetap merasakan berbagai kesulitan selama hidup di kampung Pitu. Selain dari sisi akses, berbagai kesulitan lain dirasakannya misalnya banyaknya moyet ekor panjang di lingkungannya.
"Ada 500 ekor monyet panjang di sini, suka makan tanaman ada yang ke ternak juga. Tapi apapun yang di sini tidak boleh diburu dan dirusak manusia," kata Sugito.
Meski begitu, di sisi lain Sugito mengaku dia tak berani melanggar pesan leluhurnya tentang 7 empu di masa lalu. Selain sebagai penghormatan kepada leluhur, percaya atau tidak beberapa hal buruk pernah terjadi jika dipaksakan lebih dari 7 keluarga tinggal di kampung ini.
Ayah Sugito, Yatnorejo (70) mengatakan banyak cobaan yang akan diterima sehingga akhirnya akan kembali tersisa 7 keluarga saja.
"Banyak cobaan, sering sakit-sakitan," kata Yatnorejo.
Bahkan dikisahkan oleh Mbah Rejo salah seorang sesepuh kampung tersebut dalam catatan sejarah Kampung Pitu, pada tahun 2006 lalu putranya membuat Kartu Keluarga sendiri yang terpisah darinya.
"Tapi ya pada akhirnya terjadi gempa besar tahun 2006," kata Sugito menyampaikan cerita Mbah Rejo. Percaya tidak percaya! (sip/dra)











































