"Omongan Luhut (Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan, red) pribadi, jadi dia mesti mempertanggung jawabkan secara pribadi," kata Ridwan Saidi dalam diskusi 'Jakarta di Tangan Ahok' yang digelar oleh Indonesia Bergerak di Bakoel Koffie, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016).
Ridwan mengutip putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 31 Mei 2016 yang mencabut izin Pemprov DKI atas reklamasi Pulau G. Putusan ini terkait gugatan pihak nelayan yang tergabung Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Mestinya Menko Luhut sambung Ridwan lebih dulu mengeluarkan surat atas kajian yang dilakukan terhadap kelanjutan reklamasi. Luhut menurutnya tidak boleh mengatasnamakan pemerintah atas keputusan yang belum disepakati bersama kementerian lain.
"Dia harus keluarkan surat dong. Jangan main perintah begitu. Ahok saya kira dia nggk maju lagi. Dia nggak maju lagi," ujarnya.
Ridwan juga tak percaya dengan klaim disiapkannya'kompensasi' berupa penyediaan unit rusun bagi para nelayan yang biasa mencari penghasilan di Teluk Jakarta.
(Baca juga: WALHI Protes Keputusan Pemerintah Lanjutkan Reklamasi Pulau G)
"Omong kosonglah. Perencanaannya tunjukkin ke kita. Jangan sepotong-sepotong. Enggak ada cerita bangun rusun atau apa. Omong kosong itu," tuturnya.
Menko Luhut sebelumnya memaparkan pertimbangan-pertimbangan yang mendasari keputusan melanjutkan reklamasi pantai utara Jakarta. Luhut menyebut reklamasi dilanjutkan demi kepentingan nasional dan DKI Jakarta.
"Sumber air kita juga kurang. Kalau itu bendungan jadi, maka nanti 2 meter di bawah air asin dan sisanya air yang bisa diproses jadi air minum," imbuhnya.
Selain itu reklamasi diklaim Luhut dapat menghindari rob (banjir air laut).
(yds/fdn)