Juru cicara KY Farid Wajdi mengatakan, pada prinsipnya KY tidak mau masuk dalam polemik usia Hakim Agung tersebut. Farid menilai, masalah usia ini lebih kepada batasan harapan hidup suatu negara.
"Pada prinsipnya, KY tidak ingin masuk pada polemik di usia itu, karena KY tidak punya kemampuan yang cukup untuk memastikan apakah angka 75 tahun, atau 65 atau 67 tahun itu angka yang produktif atau tidak. Tapi kalau dikaitkan, kenapa ada angka maksimal, itu sebenarnya menurut para ahli dikaitkan dengan harapan hidup. Harapan hidup setiap bangsa itu berbeda," ujar Farid di Gedung KY, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Amerika misalnya seumur hidup, itu sudah menjadi sesuatu yang sudah jadi pengetahun publik. Misalnya warga Amerika harapan hidupnya tinggi, jadi hakim agung sampai meninggal, itulah harapan hidup di sana. Pada konteks Indonesia, kami belum mendapatkan informasi yang sahih seberapa besar sebetulnya angka harapan hidup di Indonesia, apakah 70, 67 atau 65, karena itu ranahnya ahli kesehatan," jelas Farid.
Dikatakan Farid, terkait masalah usia ini, KY tunduk pada aturan yang ditetapkan oleh legislatif (DPR). KY menghormati proses yang ada.
"Jadi pada prinsipnya, KY tunduk pada norma yang dibuat oleh lembaga legislatif dan kita siap menjalankan itu. Hanya saja, jika menyangkut usia, KY pada posisi menghormati proses yang ada. Saya berfikir KY menyerahkan pada parah ahli untuk menghitung angka yang lebih rasional, apakah 70, 67 atau 65 tahun," katanya.
Farid juga menegaskan, masalah usia sebenarnya tidak jadi batasan untuk seorang hakim bertugas. Namun, bisa jadi pertimbangan usia pensiun yang lebih cepat ini dinilai dari sisi medis.
"Esensi pernyataan pimpinan KY mengenai hakim yang tidak dinilai pada fisiknya adalah tepat. Sebab tidak ada jaminan seseorang yang tua maka berarti tidak bisa berkarya, namun bisa jadi ada pertimbangan dari sisi medis yang menyebabkan diaturnya batasan umur. Tentang angka pasti idealnya sebaiknya didasarkan pada pertimbangan ahli," kata Farid.
"Namun, catatan dari kami adalah bahwa isu utama dalam RUU JH bukan terletak pada usia pensiun, hal itu terlalu sederhana dibanding dengan semangat utama yang ingin dibangun melalui RUU ini, yaitu mengenai akuntabilitas hakim yang melibatkan publik sebagai bentuk konsekuensi dari diaturnya profesi tersebut secara khusus," pungkas Farid. (rjo/asp)











































