"Apabila permohon diterima, berdasarkan penelitian yang dilakukan di dalam dan luar negeri, kita bisa melihat salah satu dampak besar adanya over kriminalisasi. Kelebihan beban pada negara," kata Direktur ICJR Erasmus Napitupulu dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (30/8/2016).
Eresmus menjelaskan bahwa Pasal 284 KUHP dibuat untuk menjaga 'lembaga perkawinan'. Aturan itu ada sejak zaman Romawi, lalu bergeser ke Prancis dan dibawa Belanda ke Indonesia. Di Indonesia, zina lebih tepat ditafsirkan sebagai 'gendak' yang berarti kekasih gelap atau perselingkuhan. Sehingga hubungan suka sama suka antar orang dewasa, tidak masuk dalam definisi zina/gendak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Ada 3 hal pokok mengapa over kriminalisasi sangat berbahaya. Permohonan para pemohon akan berakibat pada tingginya penghukuman dan besarnya jumlah pelaku pidana. Kondisi ini akan akibatkan berubahnya prioritas kebijakan kriminal pemerintah. Prioritas sudah banyak. Fokus ini akan terganggu dengan banyaknya tindak pidana yang akan masuk ke kepolisian, kejaksaan," papar Erasmus.
Kedua, menurut Eresmus, negara akan masuk terlalu jauh untuk mengontrol privasi masyarakat. Negara akan mudah mencampur adukkan persoalan privat dengan publik. Hal ini mengingkari kedudukan hukum sebagai tingkat terakhir penyelesaian hukum.
"Dengan kata lain tidak ada lagi penghormatan atas hak privasi masyarakat, sebab atas nama hukum pidana," cetus Erasmus.
Bahaya terakhir yaitu negara akan sangat bebas mencampuri hak privasi warganya.
"Dalam hal potensi yang begitu besar, kegagalpahaman konteks yang terjadi, pembahasan seperti ini baiknya kita lakukan di DPR dengan wakil rakyat kita," pungkas Erasmus.
Sebagaimana diketahui, guru besar IPB Bogor Prof Dr Euis Sunarti dan 11 temannya meminta MK meluaskan makna pasal asusila dalam KUHP. Dalam gugatannya itu, Euis dkk berharap kumpul kebo dan homoseks bisa masuk delik pidana dan dipenjara.
Salah satu pasal yang digugat adalah Pasal 292 KUHP. Pasal itu saat ini berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pemohon meminta pasal itu menjadi:
Orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang dari jenis kelamin yang sama, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.
Baca Juga:
Hak Jawab ICJR atas Pemberitaan detikcom
Catatan: Pergantian judul di atas dan sebagian isi berita sesuai Risalah Penyelesaian Pengaduan ICJR terhadap detikcom di depan Dewan Pers pada 21 November 2016. Berikut ringkasan Risalah Penyelesaian Pengaduan ICJR terhadap detikcom:
1. Berita teradu melanggar pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat dan memuat opini yang menghakimi
2. Dewan Pers tidak menemukan itikad buruk Teradu.
3. Pengadu dan Teradu menerima penilaian Dewan Pers tersebut dan menyepakati proses penyelesaian perkara yang diberikan oleh Dewan Pers.
4. Kedua pihak sepakat mengakhiri kasus ini di Dewan Pers dan tidak membawa ke jalur hukum, kecuali kesepakatan di atas tidak dilaksanakan.
(asp/try)