Menelisik Jalur Emas Masyarakat Prasejarah Indonesia Lewat Situs Batu Naga

Menelisik Jalur Emas Masyarakat Prasejarah Indonesia Lewat Situs Batu Naga

Salmah Muslimah - detikNews
Kamis, 18 Agu 2016 11:59 WIB
Foto: istimewa
Jakarta - Orang di zaman prasejarah sudah menggunakan emas sebagai perhiasan cincin atau mata kalung, walau bentuknya masih sederhana. Buktinya, di lokasi-lokasi semisal situs-situs menhir atau tempat peribadatan manusia era prasejarah tak jauh dari tambang emas. Mulai dari Gunung Padang sampai pada situs batu naga di Karangkancana, Kuningan, Jawa Barat.

Menurut Arkeolog UI Ali Akbar, untuk situs batu naga di Gunung Tilu, di lokasi ini selain ditemukan gambar naga di batu menhir, juga ada tempat yang diduga sebagai lokasi bersemedi.

"Berdasarkan wawancara dengan penduduk setempat, ternyata terdapat potensi emas di Karangkancana, meskipun pada masa kini tidak bernilai ekonomis jika ditambang. Karang dalam bahasa setempat artinya pekarangan atau dapat juga berarti batu, sementara Kancana berarti emas," jelas Ali, Kamis (18/8/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ali dan rombongan Masyarakat Arkeologi Indonesia memang menyambangi kawasan itu pada Rabu 17 Agustus kemarin.

"Penemuan ini semakin menegaskan bahwa sebelum jalur rempah nusantara terdapat jalur emas prasejarah. Jalur emas tersebut minimal membentang dari Pegunungan Barisan di Sumatera menerus ke Pegunungan Selatan di Jawa dan mengarah ke pulau-pulau lain di sebelah timur. Jalur emas ini dikuasai oleh masyarakat prasejarah dengan budaya megalitik yang membuat bangunan dari batu besar, religius, hidup bercocok tanam, dan mampu mengolah emas," jelas dia.

Ali menjelaskan, Indonesia kaya akan pegunungan dan banyak gunung berapi aktif. Proses ini di satu sisi menghasilkan sumber daya alam dan mineral berharga seperti emas. Ternyata sejak dahulu kala atau masa prasejarah, bangsa Indonesia telah mampu mengidentifikasi emas dan memanfaatkannya untuk berbagai keperluan, misalnya untuk perhiasan seperti cincin dan mata kalung. Selain itu, emas juga digunakan untuk kepentingan religi misalnya topeng emas yang dikubur bersama orang penting yang telah meninggal.

"Terdapat korelasi yang cukup erat antara situs-situs megalitik dengan daerah yang mengandung emas dan sebagian kemudian dijadikan pertambangan. Beberapa situs megalitik hanya berjarak sekitar 2-7 kilometer dari pertambangan emas," urai dia.

Pada awalnya, lanjut Ali, untuk menjelaskan keberadaan situs-situs megalitik yang seringkali berada di perbukitan atau pegunungan adalah karena masyarakat megalitik ingin berinteraksi dengan Yang Maha Kuasa yang berseyamam di tempat tertinggi. Namun, ternyata berdasarkan riset terkini ditemukan pula situs-situs megalitik yang lebih dekat ke laut. Kesamaan antara situs megalitik yang berada di pegunungan dan tepi pantai adalah situs-situs tersebut terletak dengan sunber air yakni sungai dan terletak di lokasi yang memiliki potensi emas.

Potensi emas dapat diperkirakan antara lain dari nama daerah yang terkait dengan istilah emas, temuan emas di situs, dan adanya pertambangan emas yang masih berlangsung saat ini di dekat situs.

"Sehingga jalur emas prasejarah dapat diidentifikasi dengan melihat korelasi antara letak situs megalitik dan lokasi pertambangan emas. Pada masa berikutnya tampaknya beberapa lokasi menjadi tidak ekonomis atau berkurang cadangan emasnya. Kemudian, bangsa Indonesia mengembangkan potensi sumber daya alam lainnya dalam bentuk tumbuhan komoditas, sehingga lahirlah jalur rempah nusantara. Jalur rempah ini yang kemudian pada masa berikutnya direbut oleh kalangan kolonialis dari Eropa," jelasnya.

Sebenarnya kaum kolonialis sudah tahu potensi emas di Indonesia, sehingga ketika berlayar punya semboyan: Gold, Glory, Gospel. Namun, setelah sampai di Indonesia, yakni misalnya Belanda sampai di Banten ternyata terdapat potensi sumber daya alam lain, misalnya merica atau lada dan jenis rempah-rempah lainnya.

"Eksploitasi pertambangan emas oleh Belanda di Indonesia kemungkinan besar meneruskan lokasi pertambangan masyarakat yang sudah berlangsung sejak masa prasejarah," tutup dia. (dra/dra)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads