"Saya sebagai kepala sekolah Kharisma Bangsa menyatakan bahwa Kharisma Bangsa tidak ada hubungan dengan lembaga atau apa pun di Turki," kata Sutirto saat ditemui detikcom di kantornya, Jalan Terbang Layang, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Jumat (29/7/2016).
Sutirto menjelaskan sejak berdiri hingga tahun 2014, sekolah Kharisma Bangsa memang bekerja sama dengan yayasan Turki yang bernama Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association (Pasiad). Sutirto menyebut Pasiad menjalin kerja sama dengan Kemendikbud.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejak 2015, karena kerja sama dengan Kemendikbud juga sudah habis, tidak diperpanjang, maka kami juga sudah tidak memperpanjang MoU," ucap Sutirto.
Menurutnya meski sudah tidak ada kerja sama, Kharisma Bangsa masih menggunakan tenaga pengajar dari Turki. Sutirto juga sudah pernah menghadap Anies Baswedan yang kala itu menjabat sebagai Mendikbud untuk meminta saran.
"Waktu itu langsung menghadap Pak Anies. Kami juga tidak mau kualitas pendidikan kita menurun, kami pakai tenaga dari luar, warga negara Turki yang memenuhi syarat karena kami masih butuhkan. Kami tidak kerja sama dengan Pasid, tapi secara langsung dengan individu yang kami butuhkan," terang Sutirto.
Sutirto mengatakan pengajar di Kharisma Bangsa yang berasal dari Turki dinilai berdasarkan karakter individu, bukan organisasi. Sehingga menurutnya tidak ada hubungannya guru Turki tersebut dengan harus ditutupnya sekolah tersebut.
"Jadi nggak ada hubungan. Mereka juga di sini hanya mengajar matematika, fisika, biologi. Yang lain agama, (sedang pelajaran) nasionalisme gurunya dari Indonesia," ucap Sutirto.
Sutirto menambahkan guru yang mengajar di sekolah Kharisma Bangsa bukan hanya dari Indonesia dan Turki, saja tetapi juga dari Inggris, Amerika, Filipina. Mereka semua diseleksi sesuai dengan kriteria Kharisma Bangsa. Selain itu jumlahnya juga sedikit.
"Dari 80 guru hanya 15 orang yang asing. Jadi hampir 60 lebih tenaga kerja Indonesia," terang Sutirto.
Sutirto menegaskan, sekolahnya sudah tidak ada kerjasama lagi dengan yayasan Turki sehingga tidak perlu ditutup.
"Kita sudah mandiri nggak ada kerja sama dengan sana," tegasnya lagi.
Kedutaan Besar Turki di Indonesia membuat pernyataan tertulis meminta pemerintah Indonesia menutup sekolah-sekolah yang diduga berafiliasi dengan ulama Fethullah Gulen. Kedubes menyebut 9 sekolah yaitu Sekolah Pribadi Depok, Sekolah Pribadi Bandung, Sekolah Semesta Semarang, Sekolah Kharisma Bangsa, Sekolah Kesatuan Bangsa, Sekolah Fatih Banda Aceh, dan Sekolah Teuku Nyak Arif Fatih Banda Aceh. Pihak yayasan yang menaungi sekolah atau pun pengelola sekolah tersebut telah menyatakan mereka tidak bekerja sama lagi dengan Pasiad sejak 1 November 2015. (slh/nrl)