Jakarta - Penyelidikan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir baru bisa menjadikan seorang Pollycarpus sebagai tersangka. Di tengah optimisme, menyeruak rasa pesimis kasus ini senasib dengan kasus sejenis lainnya di negeri ini.Sejak dilakukan beberapa bulan yang lalu, penyelidikan terhadap kasus pembunuhan Munir masih belum mencapai hasil yang maksimal. Setelah mendapat tekanan dan kritikan dari kanan kiri, Mabes Polri baru memperoleh satu orang tersangka. Pollycarpus, yang hanya seorang pilot di PT Garuda Indonesia.Pollycarpus tentu tidak bekerja sendirian dalam urusan ini. Hal tersebut diyakini polisi sebagaimana dalam tuduhannya terhadap Pollycarpus. Sang pilot dijerat dengan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP subsider Pasal 263 ayat(2) KUHP. Pasal 340 KUHP adalah tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. Sedang Pasal 263 adalah ayat 2 adalah tentang penggunaan surat yang tidak benar atau palsu dengan sengaja.Artinya polisi sangat meyakini bahwa Pollycarpus memang tidak bermain sendirian. Pollycarpus hanya orang yang membantu terselenggaranya tindakan terkutuk tersebut dengan sukses. Tugas besar polisi untuk berani mengungkap si pemberi perintah.Sayangnya, dalam sejarah bangsa ini belum ada kasus pembunuhan atau penghilangan paksa bermotif politis di negeri ini terbongkar sampai ke akarnya. Hal ini pula yang membuat sejumlah pihak khawatir kasus pembunuhan Munir bakal senasib dengan lainnya. Katakan saja misalnya seperti kasus penculikan aktivis dan mahasiswa pada tahun 1998, Tragedi Semanggi, Trisakti dan lainnya. Dalam kasus penculikan aktivis dan mahasiswa 1998, hanya sejumlah prajurit Kopassus yang tergabung dalam Tim Mawar dan berpangkat rendah yang diseret ke pengadilan militer.Majelis Hakim Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta yang dipimpin Kolonel (CKH) Susanto menjatuhkan vonis pada 11 terdakwa Tim Mawar. Namun sama sekali tidak terungkap permainan di belakang Tim Mawar.Dalam amar pertimbangannya, majelis menilai para pesakitan dari baret merah terbukti bersalah melakukan tindak pidana merampas kemerdekaan sembilan aktivis pro-demokrasi. Atas pelanggaran ini, Dan Yon IV-2 Grup IV Mayor (Inf) Bambang Kristiono divonis 22 bulan penjara dan dipecat dari kesatuan ABRI. Empat perwira lain, yaitu Kapten (Inf) F.S. Multhazar, Kapten (Inf) Nugroho Sulistyo, Kapten (Inf) Yulius Selvanus, dan Kapten (Inf) Untung Budi H., diganjar hukuman penjara 20 bulan dan juga dipecat dari ABRI.Sedangkan Kapten (Inf) Dadang Hendra Y., Kapten (Inf) Djaka Budi Utama, Kapten (Inf) Fauka Noor Farid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi dikenai hukuman penjara 12 sampai 16 bulan.Yang menimbulkan pertanyaan, sidang itu tak berhasil mengungkap 13 aktivis yang hingga kini tak jelas nasibnya. Dalam persidangan juga tak terungkap siapa dan instansi mana saja dan sampai tingkatan berapa yang bertanggung jawab di atas Tim Mawar. Majelis menerima begitu saja alasan para terdakwa bahwa tindakan penculikan itu atas dorongan hati nurani. Para terdakwa menjelaskan, tujuan operasi dimaksudkan untuk 'mengamankan' aktivis-aktivis radikal yang dianggap mengancam keselamatan negara.Memang belakangan ada upaya untuk menyelidiki kembali kasus tersebut. Komnas HAM pada tanggal 20 Januari 2005 lalu, telah membentuk tim penyelidik yang terdiri dari lima orang. Tim Penyelidik ini diketuai oleh Ruswiati Suryasaputra dan anggota Samsudin, Koesparmono Irsan, Martono, dan Ester Indayani Yusuf.Namun demikian toh, tim ini sampai sekarang juga belum menunjukkan hasil yang maksimal. Bahkan belakangan, kinerja tim ini sempat diragukan oleh korban dan keluarga korban sendiri. Hal tersebut mengingat dua dari anggota tim berasal dari unsur TNI/Polri. Keduanya adalah Samsudin dan Koesparmono."Bukan tidak mungkin kasus pembunuhan Cak Munir akan senasib dengan kasus-kasus politis lainnya. Sebab polanya sama, terorganisir, terencana rapi, dan dilakukan oleh orang-orang yang profesional," ujar Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) Mugiyanto kepada
detikcom.Mugiyanto juga mengatakan, dirinya yakin kasus pembunuhan Munir melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN). Terlebih di BIN saat ini terdapat nama yang juga diduga kuat terlibat dalam kasus penculikan aktivis 1997/1998, yakni Mayjen (pur) Muchdi PR. Mantan Danjen Kopassus itu kini di BIN menjabat sebagai Deputi V BIN.Terkait dengan dugaan keterlibatan BIN dalam kasus pembunuhan Munir, kabar yang beredar menyebutkan, Pollycarpus direkrut oleh Muchdi sebagai agen utama intelijen negara. Dia diangkat dengan Skep Kepala BIN No.113/2/2002. Polly diberikan senjata api pistol dengan surat yang ditandatangani Sesma Nurhadi dan diperpanjang oleh Sesma Suparto.Namun setelah kasus ini muncul di berbagai media massa, Polly kemudian menyerahkan kembali pistol tersebut ke BIN. Sementara seluruh dokumen tentang Polri dihapus atau dihilangkan. Tindakan ini diambil atas perintah Mucdhi, As'ad (Wakil Kepala BIN) dan Suparto.Pada sebuah kesempatan, TPF telah meminta Polri untuk mengkonfirmasi kebenaran kabar tersebut. BIN sendiri belum pro aktif memberikan komentarnya mengenai sinyalemen tersebut.Kekhawatiran tak tersentuhnya pemeran utama dalam drama pembunuhan Munir juga disampaikan Aliansi Korban Kekerasan Negara (AKRA). Menurut Aleks, salah satu aktivis AKRA, sistem yang ada saat ini masih belum memungkinkan atau menjanjikan pengusutan sampai ke tingkat atas.Baik Mugiyanto maupun Aleks sepakat, untuk mengungkap kasus pembunuhan Munir ini perlu back up yang kuat dari Presiden SBY terhadap TPF dan Polri. Tanpa itu, menyentuh lembaga-lembaga seperti BIN, hanyalah mimpi belaka. Sampai saat ini, meski sedikit terlambat, dukungan Presiden SBY cukup baik.Wakil Ketua TPF, Asmara Nababan saat dikonfirmasi hal ini mengatakan, sebaiknya semua pihak menahan diri menunggu hasil penyelidikan. Menurutnya, terlalu pagi untuk menyimpulkan segala sesuatunya saat ini. Paling tidak dibutuhkan waktu hingga 3 bulan lagi untuk melihat hasil pengungkapan kasus ini."Sekarang terlalu prematur untuk menyatakan hal seperti itu karena proses penyidikan dan penyelidikan masih berlangsung sampai saat ini. Terlalu prematur untuk mengungkapkan kasus ini akan sama seperti seperti kasus penculikan aktivis tahun 1998," ungkap Asmara kepada
detikcom.
(djo/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini