"Saya baru dari sana (Poso). Tidak ada masalah. Aman, nyaman, tenteram. Sedikitpun tidak ada persoalan di Poso. Para pendeta, ustad, tokoh masyarakat, tokoh pemuda sepakat dengan satu kata, polisi lakukan pelanggaran HAM," kata Syafii di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (25/7/2016).
"Jadi kalau ada persoalan-persoalan itu, itu hanya dendam kami dengan polisi saja, bukan terorisme. Kami justru berdoa agar polisi hengkang dari sini," sambungnya menirukan warga Poso.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penjahat kek, apa kek dia datangi itu ke rumah malam-malam, lampu dimatiin lalu mata dilakban, mulut dilakban dibawa lalu dipukulin. Semua penanganan kaya gitu dan itu terjadi di depan anaknya, depan istrinya. Itu timbulkan kebencian," papar politikus Gerindra ini.
Saat ini, Operasi Satgas Tinombala masih berlangsung meski pimpinan MIT, Santoso alias Abu Wardah sudah tewas dalam baku tembak. Menurut Syafii, warga di sana meminta agar operasi dihentikan.
"Bupati bilang mereka ingin secepatnya operasi selesai," ucap Syafii.
Oleh sebab itu, dia ingin Pansus Revisi UU Terorisme mendefinisikan kembali teroris. Menurutnya, sekarang definisi itu menjadi rancu.
"RUU ini harus ada definisi jelas. Di kamus besar bahasa Indonesia, ada yang mendefinisikan itu. Teroris adalah mereka yang melakukan kejahatan untuk menimbulkan ketakutan pada masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang politik khususnya. Sekarang tidak ada definisi, biar bebas saja nuduh-nuduh," ucapnya.
"Istilahnya menetapkan teroris itu suka-suka. Karena tidak ada kriteria. Santoso apa indikator dia teroris? Siyono apa indikasinya" lanjut Syafii. (imk/dra)











































