Ketua KPK: Diskresi itu Kalau Kondisinya Terpaksa Betul

Ketua KPK: Diskresi itu Kalau Kondisinya Terpaksa Betul

Dhani Irawan - detikNews
Senin, 25 Jul 2016 17:10 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut bahwa diskresi atau kebebasan mengambil suatu kebijakan yang dilakukan oleh kepala daerah tidak bisa sembarangan dilakukan. Agus menegaskan bahwa diskresi harus dalam kondisi tidak adanya peraturan yang mengatur dan dalam kondisi terpaksa untuk kepentingan publik.

"Kondisinya peraturan harus enggak ada dan kondisi yang terpaksa betul," kata Agus di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2016).

Agus memberi contoh ketika APBN-P di bulan Oktober. Seorang kepala daerah tidak mungkin mengeluarkan diskresi dengan melakukan penunjukan langsung dalam sebuah proyek untuk menarik uang terlebih dulu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seperti saya beri contoh kalau misalkan APBN-P turun di bulan Oktober kemudian apa Anda punya diskresi untuk melakukan petunjuk langsung Anda kemudian menarik uang duluan? Kan tidak boleh? Mestinya yang duluan dibangun adalah perbaikan sistemnya," kata Agus.

Agus menyebut bahwa seringkali kasus korupsi melibatkan dana APBN-P lantaran aturan yang ditabrak. Seharusnya apabila kepala daerah mengajukan proyek di APBN-P atau APBD-P maka anggarannya tidak bisa serta merta ditarik lantaran baru bisa cair di tahun berikutnya, tapi hal itu sering dilanggar dengan alasan diskresi.

"Kan orang sering tertangkap karena APBN-P di bulan Oktober. Itu kemudian harus ada aturan kalau APBN-P turun seperti itu kita beri sistem seperti apa agar mereka tidak nabrak-nabrak? Ya kan langsung keluar dari Kementerian Keuangan kalau yang seperti ini boleh multiyears gitu kan. Jadi solusi. Tapi suatu ketika diskresi itu memang ada. Karena itu juga dijamin UU Administrasi. Tapi kondisi enggak ada peraturannya ya," jelas Agus.

Sebelumnya, Seskab Pramono Anung mengatakan Presiden meminta agar kebijakan kepala daerah itu tidak dikriminalisasi.

Misal ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Pemda, tapi belum 60 hari sudah dilakukan penyelidikan. Enam puluh hari merujuk pada waktu pengembalian potensi kerugian negara Pemda kepada negara.

"Dalam proses itu sudah diumumkan kepada publik, sehingga-seakan akan sudah menjadi tersangka, dan seterusnya," kata Pramono di Kompleks Istana, hari ini.

Pramono mengatakan, kegeraman Presiden Jokowi juga disebabkan ada dana sekitar Rp 246 triliun di bank daerah yang tidak bergerak karena kepala daerahnya khawatir terjerat masalah hukum.

"Ini merugikan karena uangnya tidak bergerak. Itu yang menjadikan pemerintah terutama Presiden kita sedang mencari tambahan APBN, fiskal kita, sementara ada uang yang begitu besar tidak dijalankan. Kenapa? Mereka takut menggunakan uang itu," kata Pram.

"Maka diminta juga oleh Presiden kepada jajaran polisi dan jaksa untuk mendorong uang seperti itu bisa untuk membangun di daerah," tambahnya.

"Sebenarnya bukan kekecewaan, Presiden memberikan penegasan," imbuhnya lagi.

(dhn/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads