"Sampai puskesmas istri saya sudah dibawa ke RSUD. Akhirnya saya langsung ke RSUD. Saya sampai sana, istri saya sudah di UGD. Kondisinya sedang kejang," kata Naim saat ditemui detikcom di rumah kontrakannya yang berukuran 3x5 meter persegi di Jl SMP 188, RT 02/04, Ciracas, Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Jumat (22/7/2016).
Saat di puskesmas, kondisi Aminah memang telah lemah. Tensi darahnya mencapai 140/90 mmHg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Kata dokter) Pembuluh darahnya sudah pecah jadi sudah tidak bisa ketolong," sambungnya.
![]() |
Saat itu ia masih mendengar istrinya berteriak kesakitan. Ia diminta dokter untuk menemani Aminah tetapi juga harus sibuk mengurus administrasi pasien. 3 Orang tetangga yang mengantar istrinya dari rumah kontrakan sudah pulang sehingga ia hanya seorang diri menunggui Aminah.
Setelah mengurus administrasi, ia sempat pergi ke rumah mertuanya di daerah Condet untuk memberitahu kabar Aminah. Ia pun kembali ke RS bersama kakak Aminah yang sehari-hari bekerja sebagai sopir ambulans RSUD Pasar Rebo.
Sekembalinya di rumah sakit, ia sudah mendapati Aminah telah meninggal dunia dan dibawa keluar dari UGD menuju ke kamar mayat untuk dimandikan dan dikafani.
"Saya dapat kabar istrisayameninggalnya pukul 13.00 WIB,"ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
![]() |
Naim berkata selama hamil anak pertama tersebut, Aminah yang berusia 35 tahun rutin memeriksakan kandungannya di Puskesmas Ciracas dan bidan. Ia mengenang istrinya sebagai orang yang kuat dan tak pernah mengeluh kesakitan.
"Saya enggak tahu istri saya sakit karena istri saya tidak pernah cerita. Istri saya orangnya tahan banting, kalau sakit tidak pernah cerita," ucapnya.
Aminah dan anaknya dimakamkan pada Kamis malam. Kehilangan istri dan calon anaknya tentu kesedihan tak terkira bagi Naim. Namun Naim tetap berusaha tegar.
(mnb/nrl)