"IPT kan bukan institusi resmi, ya jadi tidak perlu ditanggapin. Bagaimana dia mau bicara tentang Indonesia kalau dia tidak tahu Indonesia? Kita tidak perlu bereaksi macam-macam," kata Luhut di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2016).
Soal laporan adanya kuburan massal korban 1965, Luhut meyakini jumlahnya tidak sebanyak yang disebut-sebut. Pihaknya sendiri belum mengecek lokasi kuburan massal yang dilaporkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Luhut juga berharap tidak ada ribut-ribut setelah munculnya putusan IPT 1965 ini. Dia ingin suasana kondusif sambil menunggu laporan tim.
"Kita tidak ingin sudah tenang-tenang begini, kita tidak ingin ribut. Kita menunggu hasil rekomendasi tim yang sedang difinalisasi sekarang," ucap Luhut.
Sebelumnya, dalam putusan pengadilan International People's Tribunal (IPT) 1965, Ketua Pengadilan IPT 1965, Zaac Yacoob mengatakan bahwa Indonesia telah terbukti melakukan pelanggaran konvensi Genosida kepada masyarakat tertentu.
(Baca juga: Indonesia Divonis Bersalah di Putusan IPT 1965, Menhan: Enggak Usah Didengar)
Dalam konteks yang dikutip dari salinan putusan pengadilan, masyarakat tertentu yang dimaksud adalah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), serta loyalis Presiden Sukarno dan juga anggota Partai Nasional Indonesia.
IPT merupakan bentukan sejumlah aktivis hak asasi manusia, akademisi, dan jurnalis dengan tujuan membuktikan terjadinya genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang selama ini tidak pernah diakui oleh negara. Meskipun berbentuk pengadilan, namun putusan dari IPT tidak mengikat secara hukum melainkan putusan moral. (imk/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini