Cerita Orang Dalam MA Soal Dagang Perkara yang Dibekingi Ketua PT Jakarta

Cerita Orang Dalam MA Soal Dagang Perkara yang Dibekingi Ketua PT Jakarta

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 12 Jul 2016 08:52 WIB
Gedung MA di Jalan Medan Merdeka Utara (ari/detikcom)
Jakarta - Panitera dan panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dicokok KPK saat transaksi suap. Keduanya adalah Edy Nasution dan M Santoso. Kisah dagang perkara ternyata jamak terjadi di PN Jakpus dan berlangsung lama.

Dalam catatan detikcom, Selasa (12/7/2016), perilaku yang mencederai rasa keadilan itu pernah diceritakan oleh orang dalam Makamah Agung (MA) sendiri yaitu Rahmi Mulyati. Saat ini Rahmi merupakan Panitera Muda Perdata Khusus MA.

Cerita Rahmi dituturkan saat ia ikut seleksi calon hakim agung pada 2011 silam. Dalam tahap wawancara terbuka di Komisi Yudisial (KY), Rahmi menurutkan praktik jual beli perkara di PN Jakpus ia temui saat menangani kasus perdata soal kepailitan, merek dkk. PN Jakpus sendiri merupakan pengadilan khusus untuk masalah niaga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat itu saya lagi mau ke rumah sakit. Tiba- tiba ada telepon masuk. Ternyata dari juru sita PN Jakpus. Dia sedang bersama pengacara. Lalu dia bilang meminta sejumlah uang ke pengacara yang katanya untuk saya. Langsung saya minta juru sita itu untuk mengembalikan uangnya," ungkap Rahmi pada 25 Juli 2011.

Usai menerima telepon tersebut, Rahmi mengaku langsung melapor ke Ketua PN Jakpus. Tapi laporan Rahmi tersebut tidak ditindaklanjuti karena juru sita tersebut ada hubungan keluarga dengan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.

"Kasusnya tidak berlanjut, katanya juru sita itu masih ada hubungan family dengan Ketua PT Jakarta," ujar Rahmi.

Tak hanya itu, Rahmi juga tidak membantah jika memang ada pegawai MA yang bermain dalam jual beli perkara. Selain itu, banyak juga pihak berperkara yang mendatangi ruangannya untuk kepentingan perkara.

"Saya akui ada di MA yang bermain begitu. Ada juga yang langsung masuk ke ruangan. Itu membuat kita serba salah. Tidak mungkin langsung kita usir, padahal kerjaan kita banyak," tutur Rahmi yang tidak lolos menjadi hakim agung itu.

Lima tahun berlalu sejak testimoni Rahmi, ternyata dagang perkara malah makin subur di pengadilan yang menjadi terasnya Indonesia itu. Pimpinan MA tidak mengambil hikmah dari pengakuan Rahmi untuk berbenah dengan melakukan bersih-bersih di PN Jakpus. Hal itu terbukti dengan ditangkapnya Edy dan Santoso oleh KPK. Edy sebagai pucuk pimpinan panitera malah bermain perkara dengan dikendalikan oleh Sekretaris MA Nurhadi. Tidak salah bila banyak pihak meminta MA melakukan reformasi total.

"Harus ada reformasi besar-besaran di MA untuk menata pengadilan karena ternyata memang ada (mafia hukum). Modelnya sama kan Jakarta saja begitu, tentu sama dengan daerah lain. Nah ini model gunung es ini, kamu harus mereformasi tidak ada jalan lain," kata Ketua MPR Zulkifli Hasan. (asp/Hbb)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads