"Mobile tower tidak bisa berfungsi untuk bandara sebesar itu. Bisa dibayangkan kan garbarata kan tingginya 12 meter lebih itu, ekor pesawat 737-800 saja kan tingginya 12 meter itu lebih, 777 itu bisa 15 meter itu, sementara tinggi eyelevel untuk mobile ATC tower hanya 7 meter saja," papar Novie saat dikonfirmasi detikcom, Senin malam (20/6/2016).
Foto oleh: Rachman Haryanto/detikcom |
Mobile ATC tower itu memang belum lama dipasang di T3 Ultimate bandara tersebut. Tetapi Kemenhub langsung mengevaluasi efektifitas alat itu dan segera mengambil keputusan untuk menariknya.
"Setelah dicoba, oh, ternyata eyelevel hanya 7 meter sehingga tidak kelihatan, kena angin langsung goyang," imbuh Novie.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Seperti waktu di Sorong pernah terjadi gempa yang menyebabkan tower ATC rusak. Alat itu kita bawa ke sana dan kebetulan bandaranya kecil di sana, sehingga tak masalah. Tapi kalau untuk bandara sebesar ini dan permanen, bukan solusi final," kata Novie.
Kemudian untuk solusi final, Kemenhub telah menyiapkan dua alternatif. Pertama adalah peningkatan level radar yang sudah ada, dan kedua yakni memasang tower yang permanen.
"Menggunakan radar permukaan itu sebenarnya sudah ada alatnya tapi level 1, mau ditingkatkan ke level 2. Kedua ya bikin masuk tower yang untuk Terminal 3 tapi posisi tinggi, minimal persyaratan 15 meter atau 20 meter," tutur Novie.
"Kita yang nomor satu adalah keselamatan. Pengadaan alat itu gampang, tetapi untuk melatih SDM yang bertugas itu harus memenuhi syarat," lanjut dia.
Untuk teknis pembahasan terkait hal ini pihak AirNav, Kemenhub, dan PT Angkasa Pura II akan menggelar rapat pada Selasa, 21 Juni 2016.
(bag/bag)












































Foto oleh: Rachman Haryanto/detikcom