Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Awi Setiyono mengatakan, pada prinsipnya anggota harus melakukan penindakan yang proporsional, profesional dan prosedural sesuai dengan instruksi Kapolda.
"Artinya apa, kalau memang pelaku kejahatan membahayakan jiwa, harta benda, masyarakat, dan petugas tentunya harus dilakukan tindakan yang terukur termasuk harus melumpuhkannya," tegas Awi kepada detikcom, Minggu (12/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita punya SOP, kita sudah punya standar, ada prosedur, ada aturan, dalam keadaan terpaksa kita diperkenankan melakukan penembakan. Kemudian dalam rangka melindungi harta benda jiwa orang lain, masyarakat yang harus kita lindungi tidak ada masalah kita lakukan penembakan," paparnya.
Penggunaan senjata api untuk melumpuhkan pelaku kejahatan itu diukur oleh anggota yang bertugas di lapangan.
"Undang-undang yang menyampaikan demikian. Jadi, semua penilaian diserahkan pada anggota kita di lapangan. Ya kayak (kasus di Cipondoh) tidak mungkin kita tidak tindak tegas karena membawa senjata yang bisa membawa masyarakat dan membahayakan anggota kita sendiri. Anggota kita juga terluka juga kan," paparnya.
Sementara itu, terkait insiden Bripka Saepudin yang tertembak di bagian perut oleh pelaku begal karena tidak menggunakan rompi antipeluru, menurut Awi, insiden itu di luar prediksi.
"Sebenarnya mereka sudah kita bekali (rompi antipeluru) ya. Tapi, nahasnya anggota kita mengalami kejadian sesaat, dalam artian sudah tidak sempat lagi (memakai rompi antipeluru)," ucap Awi.
Sementara rekan Saepudin, Aipda Saipul Gafur sendiri memakai rompi antipeluru. "Yang satunya, Saipul Gafur sudah pakai bodyvest, namun Saefudin belum sempat gunakan sudah langsung aksi di lapangan kejar-kejaran," pungkasnya.
(mei/nrl)











































