Presiden Joko Widodo dengan tegas menyatakan bahwa revisi UU Pilkada harus mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK yang final dan mengikat mewajibkan anggota DPR mundur dari jabatannya saat berlaga di Pilkada.
Fraksi Golkar di DPR hingga saat ini masih berupaya agar anggota dewan tidak perlu mundur. Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman yang berasal dari Fraksi Golkar mengatakan masih ada celah agar anggota DPR tidak perlu mundur dari jabatannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal putusan MK yang final dan mengikat, Golkar meyakini hal itu masih bisa 'dibengkokkan'. Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi II dari Fraksi Golkar, Hetifah Sjafudian.
"Dalam sebuah wawancara, mantan Ketua MK Hamdan Zoelva menyatakan bisa saja berubah. Jadi keputusan final and binding itu belum tentu selamanya akan sama apabila kembali diajukan gugatan," ujar Hetifah terpisah.
Pandangan masing-masing fraksi akan secara resmi dinyatakan siang ini di rapat pleno Komisi II. Termasuk di dalamnya sikap Golkar, yang sudah menyatakan diri sebagai pendukung pemerintah.
Dalam rapat terbatas pada Senin (30/5), Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa hal-hal yang sudah diputuskan oleh MK terkait Pilkada tidak perlu direvisi dalam UU Pilkada. Artinya revisi UU Pilkada tinggal ikuti putusan MK.
"Arahan Bapak Presiden, pertama hal-hal yang berkaitan revisi berangkat dari UU Nomor 1 tahun 2015 yang sudah baik pelaksanaannya dalam Pilkada serentak tahun 2015, untuk tidak diubah," ucap Mendagri Tjahjo Kumolo usai rapat terbatas di kantor Presiden, Jakarta, Senin (30/5/2015).
Di antaranya terkait dengan calon independen agar syaratnya tidak diperberat DPR, begitu juga syarat jumlah suara parpol untuk dapat mengusung pasangan calon. Lalu soal syarat TNI, Polri, PNS, anggota DPR dan DPD harus mundur jika mencalonkan diri.
"Pemerintah prinsipnya tidak bertentangan dengan apa yang diputuskan MK sehingga hal-hal yang berkaitan revisi undang-undang secara prinsip selesai," tegas Tjahjo.
(imk/tor)