Aksi Ahok Hadapi 'Pemberontakan' Ketua RT RW Tolak Aplikasi Qlue

Aksi Ahok Hadapi 'Pemberontakan' Ketua RT RW Tolak Aplikasi Qlue

Hestiana Dharmastuti - detikNews
Selasa, 31 Mei 2016 08:40 WIB
Aksi Ahok Hadapi Pemberontakan Ketua RT RW Tolak Aplikasi Qlue
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Ketua RT dan RW menjerit saat diperintahkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menggunakan aplikasi Qlue untuk menindaklanjuti curhat warga Jakarta. Menghadapi protes kepala pemerintahan terkecil itu, Ahok memberi solusi.

Qlue merupakan sebuah aplikasi lokal di bawah PT Qlue Performa Indonesia atau lebih dikenal Qlue Indonesia yang telah menjadi mitra Pemprov DKI selama 10 tahun mendatang. Qlue dipercaya sebagai salah satu solusi digital untuk menampung segala laporan masyarakat yang telah terintegrasi dengan Pemprov DKI mulai dari level kelurahan, kecamatan, kotamadya, dinas hingga staf pemerintah serta rekan bisnis.

Melalui aplikasi Qlue, semua warga Jakarta dapat memberikan keluhan langsung tentang sarana dan prasarana terkait publik. Keluhan tersebut juga akan ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. Tujuan aplikasi Qlue untuk 'memperkuat suara warga demi menjadikan kota-kota di Indonesia lebih baik lagi'. Aplikasi ini bisa diinstall di smartphone berbasis iOS dan Android.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ahok berharap kinerja anak buahnya terpantau melalui aplikasi Qlue. Lewar aplikasi ini, Ahok dengan mudah mengetahui pejabatnya yang benar-benar melayani warganya dan pejabat mana yang tak melayani keluhan warganya. Ahok bahkan tidak segan-segan melakukan 'cuci gudang' bawahannya yang tidak sigap menindaklanjuti keluhan warga.

Namun kenyataannya, sejumlah ketua RT dan RW keberatan menerapkan aplikasi tersebut. Salah satunya, Ketua dan Wakil Ketua RW 12 Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Agus Iskandar. Mereka keberatan karena harus 3 kali mengirimkan laporan setiap hari karena punya pekerjaan lain. Ketua RT dan RW pun menolak menanggalkan jabatan karena mereka dipilih oleh warga, bukan pemerintah.

Menanggapi penolakan ketua RT dan RW, Ahok lantang menyebut ribut-ribut tersebut bukan karena urusan aplikasi Qlue tetapi karena ketua RT dan RW terusik 'lapak duit' mereka dibongkar. Tidak tinggal diam, Ahok langsung memberikan solusi salah satunya siap menggandeng ibu-ibu PKK untuk mengambil alih tugas ketua RT dan RW.


Berikut 4 aksi Ahok:

1. Bongkar 'Lapak Duit' RT TW

Foto: Agung Pambudhy
Ahok menilai keributan bukan karena aplikasi Qlue melainkan ada 'lapak duit' RT dan RW yang dibongkar sehingga tak lagi bisa mengalirkan keuntungan bagi RT dan RW yang bersangkutan.

"Ini sebenarnya enggak ada urusan dengan Qlue, ini sebenarnya urusannya adalah lapak-lapak kami bongkarin," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (30/6/2016).

Ahok menyebut oknum RT dan RW "berjualan izin lapak" senilai Rp 1,5 juta per bulan. Duit dari PKL mengalir ke RT dan RW. Ada pula duit parkir liar. Selain itu, 'lapak duit' oknum RT dan RW juga merambah ke rekomendasi dan perizinan yang dibutuhkan warga. Ahok menyebut ini sebagai tindakan 'pemalak'.

"Kalau sekarang, enak. Bisa dapat parkiran, lapak, surat rekomendasi, jual beli tanah, mau buka izin usaha toko, Rp 1 juta di Jakbar mintanya. Ini bukan cerita omong kosong. Laporan demi laporan tentang oknum RT/RW yang merasa berkuasa. Tapi satu pihak kalau ditekan, kamu bilang, 'Saya bukan bagian dari pemerintah.' Tapi kamu jadi pemalak," kata Ahok.

Persoalan aplikasi Qlue, menurut Ahok, hanyalah dalih yang digunakan oknum RT/RW untuk mempermasalahkan 'lapak duit' mereka yang ditertibkan Ahok. Soalnya, tak enak pula bila para oknum RT/RW secara vulgar meminta agar 'lapak duit' mereka jangan digusur.

"Kalau mau ribut sama saya, dia bilang, 'Gue ribut sama Ahok." Kenapa? 'Karena lapak saya diambil.' Ya malu dong. 'Gue ribut sama Ahok karena parkir diambil sama UPT Parkir.' Ya malu dong dia ngomong begitu," ujar Ahok.

Adalah Ketua RW 12 Kebon Melati, Tanah Abang, Agus Iskandar, yang mengaku dipecat oleh Lurah karena dianggap menolak penggunaan aplikasi Qlue.

2. Tinggal Pencet

Foto: Rachman Haryanto
Ahok menyatakan sebenarnya tugas Ketua RT dan RW menggunakan aplikasi Qlue itu tidak berat.

"Kalau kamu coba, kamu catet pake tangan, lebih susah nggak catet pake tangan? Sama tinggal pencet doang," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (30/5/2016).

Menurut Ahok, semua orang tahu bagaimana cara membuat laporan di aplikasi Qlue. Toh aplikasi itu juga bisa dipasang di ponsel berbasis sistem operasi Android, dan ponsel Android dirasa sudah bukan barang mewah lagi.

"Hampir semua orang punya HP (handphone/ ponsel android). Siapa sih yang enggak punya HP di DKI? Saya mau tanya," kata Ahok.

Dia menyatakan harga ponsel Android cukup terjangkau Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu sudah bisa mendapatkan ponsel semacam itu. Pihaknya juga memberikan uang pulsa Rp 75 ribu per bulan.

RT dan RW diwajibkan melapor via aplikasi Qlue, dengan begitu uang operasional Rp 900 ribu bagi RT dan Rp 1,2 juta bagi RW bisa cair. Satu laporan via Qlue dari mereka dihargai Rp 10 ribu.

"Ini 267 lokasi (kelurahan), katanya mau jadi ketua RT/RW mau bantu masyarakat. Kalau bantu masyarakat ya mesti ada sistem dong. Kalau kamu coba, kamu catet pakai tangan, lebih susah nggak catet pake tangan?" tanya Ahok.

Bilapun masih dirasa berat melapor via Qlue, para RT/RW masih bisa meminta bantuan ke kerabatnya. Yang jelas, RT/RW harus memperhatikan warganya. "Kasih saja ke istri kamu, anak kamu. Kan kita juga butuh ada orang yang memperhatikan warganya," kata Ahok.

3. Gandeng Ibu-ibu PKK

Foto: Rengga Sancaya
Bila RT/RW tak mau melapor soal wilayahnya via Qlue, lebih baik ibu-ibu PKK saja yang mengambil alih tugas itu.

"Makanya kalau RW enggak mau, ya sudah saya kasih ibu-ibu PKK saja bikin laporan. Duit Rp 1,2 juta bayar mereka," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Senin (30/5/2016).

Sesuai Surat Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016, Ketua RT dan RW diwajibkan melapor tiga kali sehari via Qlue. Ketua RT akan mendapatkan uang operasional Rp 900 ribu dan Ketua RW mendapat 1,2 juta.

Ahok menyadari RT dan RW adalah posisi sukarela, bukan bagian dari Pemerintah Provinsi DKI. Dia menemukan banyak laporan oknum RT dan RW terlibat pungli hingga sogok-menyogok uang. Misalnya dalam penanganan sampah.

"Ini fakta kok," kata Ahok.

4. Mau Uang, Kerja Harus Terukur

Foto: Grandyos Zafna
Barisan Ketua RT/RW menentang pelaporan via aplikasi Qlue dengan uang operasional yang diberikan ke mereka senilai Rp 900 ribu hingga Rp 1,2 juta. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan, mereka juga tak bisa digaji setara upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp 3,1 juta.

"Ya enggak bisa lah. Orang enggak ada duitnya. Mending enggak usah," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (30/5/2016).

Ahok menjelaskan, uang operasional yang dihitung berdasarkan Rp 10 ribu per laporan RT harus didapat melalui laporan via Qlue. Dengan begitu, kinerja RT/RW lebih terukur. Tapi tak apa dan tak masalah bila mereka tak mau menerima duit itu.

"Makanya kita bilang, kalau kamu mau dapat uang operasional, itu Anda harus terukur kerjanya. Kalau enggak mau ya sudah, enggak usah," kata Ahok.

Terlebih, RT/RW sekarang juga tak seberkuasa seperti era terdahulu. Bila dulu RT/RW berwenang mengeluarkan rekomendasi perizinan, maka kini RT/RW sudah tidak seperti itu. Kini RT/RW lebih berperan sebagai pemerhati keluarga-keluarga di wilayahnya.

"Sekarang kamu minta KTP, minta domisili, masih perlu enggak dari RT/RW? Enggak perlu lagi," kata Ahok.

Halaman 2 dari 5
(aan/ndr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads