Peneliti ICJR, Erasmus Napitulu menyebut bahwa hukuman kebiri tidak tepat karena di beberapa negara yang telah menerapkan kebiri, kasus kejahatan seksualnya masih tinggi.
"Yang kami temukan enggak efektif, itu negara-negara Jerman masih masuk negara yang memiliki kasus perkosaan tertinggi di dunia tahun 2012 seperti Amerika, Swedia, Argentina," kata Erasmus, di Bakoel Kofie, Jakarta Pusat, Senin (23/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang pertama kebiri itu bukan pilihan yang tepat karena di negara-negara itu kebanyakan sukarelawan atau voluntary. Jadi si pelaku itu kalau mau dikebiri itu harus menyatakan saya ingin di kebiri," kata Erasmus.
Erasmus mengatakan tidak setuju pada hukuman kebiri, tetapi kalau hukuman pemberatan pada pelaku setuju. Ia menyatakan yang terpenting adalah perlindungan pada korban.
"Kalau memang mau diterapkan, tidak bisa dalam konteks wajib. Anda mau rehabilitasi terserah, tapi ingat kita ngomong ada mekanisme, begitu dijatuhkan efeknya itu nggak gampang gimana caranya kalau disuntik gimana itu ke faktor semula. Saya pikir kalau mau ke kebiri maka yang kami terima adalah hukuman pemberatan. Pemberatan kita setuju, tapi solutif gak? Enggak," ujar Erasmus.
Ia menyebut perlu adanya perlindungan korban dan kompensasi korban kekersan seksual karena ada beberapa korban yang takut keluar rumah dan tidak mau pergi ke sekolah. Untuk memperoleh efek jera, ia menilai harus diterapkan hukuman konteks proporsional.
"Tidak akan ada efek jera, efek jera ditimbulkan dengan hukuman proporsional. Kenapa pemakai itu dilakukan rehabilitasi, itu dosisnya lama-lama diturunkan," kata Erasmus. (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini