"Ini perlu diatur dalam peraturan presiden (perpres). Itu nilainya luar biasa. Apalagi kalau kita menyatupadukan semua institusi, nilai sitaannya luar biasa," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof Hartiwiningsih kepada detikcom, Senin (16/5/2016).
Saat ini, uang sitaan itu tercecer di masing-masing penyidik dan penyidik PNS (PPNS). Padahal berdasarkan Pasal 44 KUHAP, semua barang sitaan haruslah dititipkan di Rumah Benda Sitaan Negara (Rupbasan).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu kasus yang terbongkar yaitu uang sitaan hasil korupsi malah dikorupsi oleh pegawai kejaksaan yaitu terjadi di Kejaksaan Negeri Denpasar. Staf jaksa I Nyoman Budi Permadi mengkorupsi uang hasil sitaan korupsi sebanyak Rp 1,7 miliar. Atas perbuatannya, Permadi dihukum 15 tahun penjara.
Baca: Dibui 15 Tahun, Ini Daftar Uang yang Dikorupsi Staf Jaksa Denpasar
"Jaksa bisa ini sendiri (menyita dan menyimpan benda sitaan), itu potensinya penyalahgunaan besar sekali," cetus Prof Har yang pernah menjadi Dekan FH UNS 2011-2015.
Saat ini sedikit uang barang sitaan yang masuk rekening Rupbasan. Salah satunya ada di Rupbasan Bandung yang menyimpan Rp 3 miliar titipan kasus mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada. Penyimpanan di Rupbasan ini untuk menghindari penyalahgunaan dari penyidik karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
"Siapa yang mengawasi (kalau dititipkan di tangan penyidik)? Kan nggak ada, kayak narkoba itu. Soalnya narkoba itu barang sitaannya luar biasa," pungkas Prof Har.
Banyaknya masukan tersebut mendorong Kemenkum HAM untuk membuat Peraturan Presiden (Perpres) Optimalisasi Rupbasan. Nantinya semua bentuk sitaan itu harus dilaporkan ke Rupbasan dan menjadi satu pintu sehingga mudah dikontrol. (asp/nrl)











































