"Hingga hari ini, kami belum ada laporan seperti itu, yang ada umumnya soal kode etik seperti jaksa selingkuh," kata anggota Komjak, Erna Ratnaningsih saat berbincang dengan detikcom, Minggu (8/5/2016).
Temuan ini terungkap saat kunjungan kerja Dirjen PP Widodo Ekatjahjana pada awal Mei lalu. Dalam blusukan itu, Widodo mendapatkan laporan dari anak buahnya yaitu Kepala Rupbasan Kendari, Andy Gunawan di mana kurun 20013 hingga hari ini sedikitnya 30 mobil yang dititipkan kepadanya dipinjam pakai oleh pihak penyidik. Tetapi dari jumlah itu, tidak ada satu pun yang kembali. Pinjam pakai yang terakhir yaitu sebuah mobil Hilux warna merah terkait kasus narkoba yang dipinjam pakai pada 12 April 2016 dan hingga saat ini belum kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi Erna, kasus tersebut harus dilihaat dari kasus per kasus karena setiap perkara memilikii tipikal masing-masing. Ia mencontohkan, meski disita, bisa saja mobil tersebut diminta oleh pemilik aslinya karena ternyata mobil itu bukanlah pemilik tersangka. Tapi kalau yang meminjam pakai adalah pihak kejaksaan, haruslah dengan persetujuan pemilik mobil tersebut.
"Jadi itu ada prosedurnya, ada SOP-nya. Atau kalau barang itu cepat rusak, maka dilelang terlebih dahulu seperti kayu kasus illegal logging," ujar Erna.
Oleh sebab itu, Erna belum bisa menarik simpulan atas temuan Kemenkum HAM itu. Sebab butuh investigasi khusus untuk menyelidiki kasus per kasus.
"Namun informasi ini merupakan masukan dan bisa kami bawa ke rapat pleno," ucap Erna.
Soal minimnya laporan pinjam pakai ke pimpinan, bisa dipahami oleh ahli pidana Prof Hibnu Nugroho. Sebab pinjam pakai biasanya dilakukan secara internal penyidik dengan pemilik benda sitaan. Karena menjadi masalah internal, maka pinjam pakai ini jarang mencuat ke publik.
"Dalam penelitian saya, pinjam pakai itu lazim dalam tanda petik yaitu internal di kalangan penyidik untuk kepentingan kegiatan operasional," kata Hibnu. (asp/imk)











































